Menyusuri Secuil ASEAN !!

Kutinggalkan decak kagum untuk negara-negara ini. ASEAN is Paradise !

This is the Way I love Being a Backpacker !

Ber-backpacking menguji kita banyak hal, mandiri, terbuka dan berani.

Rindu Kota Sultan, Yogyakarta!

Berpetualang (lagi) di Kota yang sarat akan Tradisi nya, Yogyakarta

Welcome In Thailand (Part 1) - Sehari Di Bangkok

Pengalaman Pertama Pergi Ke Luar Negeri, Gratis !

12 Agustus 2013

Jelajah Tiga Negeri [ 3 ] Sentosa dan Deretan Mall Orchard Road



     Saya set alarm saya pukul 05.30 untuk bangun sahur, karena disini disediakan free breakfast, saya tidak perlu repot repot lagi mencari menu untuk sahur :D, tapi nampaknya things didn't happen as clear as I thought it was. Saat saya menanyakan kepada receptionist, apakah saya bisa mengambil sarapan sekarang, dia bilang bisa, dan saya diminta untuk menunggu di sofa ruang tamu, dengan logat Singlish nya.. Dan setengah jam, satu jam dia masih asik bercumbu dengan komputernya. "Hey, mana breakfast gue..?? -_- udah mau subuh niii" gumam saya dalam hati. saat ada bisik bisik suara imsak, eh dia malah masuk ke dorm -_- sial, misscommunication sepertinya sedang terjadi. Sampai adzan subuh berkumandang, orang tadi tidak kunjung memberi saya sarapan. ini pertama kali nya dalam hidup saya, saya tidak sahur :( Hanya beberapa gelas air putih dari wastafel yang bisa saya minum untuk (setidak nya) mengganjal haus semasa jalan jalan nanti.

     Saya kembali ke dorm untuk tidur sebentar, lalu bersiap menuju destinasi selanjutnya, what's that? Merlion ! (Lagi). Hehe bukan apa apa, saya merasa kurang afdol kalau foto di merlion bukan pada pagi/siang hari. Menurut saya, suatu landmark sepatutnya dikunjungi dalam 2 waktu, yaitu siang dan malam. Siang hari bagus karena pencahayaan utama berasal dari matahari dan seluruh bagian landmark pasti akan ter-capture kamera, namun malam hari juga bagus karena suasana sekitar akan dihiasi oleh lampu beraneka warna yang menambah leindahan suatu landmark (dalam hal ini, Merlion) Ini menurut saya loh, kalau mau diaplikasikan dalam trip ya silahkan :D. 

     Yap, saya mengunjungi Merlion park lagi pada pagi kedua itu. dari MRT Little India (NE7) ambil rute menuju MRT Raffles Place (NS26) dengan tarif SGD 1.10. Oh iya, disini selain ada Patung merlion yang biasa kita lihat, di belakang nya ada replika merlion dengan ukuran yang lebih kecil, sekitar 2-3 meter saja, objek lain yang menarik untuk difoto adalah Signboard dari The Fullerton hotel, terlihat jelas persis di sebelah kanan patung Merlion, dengan latar belakang CBD (Central Business District) nya Singapura, keren banget :). Disini saya sudah tidak sungkan lagi untuk meminta tolong orang lain untuk fotoin saya, saya berprinsip bahwa ini adalah liburan saya, kalau malu kapan bisa maju? toh saya meminta tolong dengan orang yang berlainan setiap jepretan nya kan ;) Uniknya, saya malah bertemu dengan beberapa orang Indonesia karena keberanian ini, walaupun tidak bisa jalan bareng (karena mereka mungkin ikut paket tur), tapi ya setidaknya senang lah ada "teman sebangsa" juga disini rupanya haha. Saya juga bertemu dengan orang yang sepertinya datang dari daratan China yang ga bisa ngomong bahasa Inggris, jadi komunikasi kita pake bahasa tubuh gitu... Seru juga, nah sejak itu saya mulai berani untuk show off minta tolong fotoin ke orang lain.
Patung Merlion di Siang hari, dihiasi oleh Background Gedung Pencakar langit Singapura
[KIRI] Patung Merlion kecil persis di belakang Merlion Utama
[KANAN] Signboad One Fullerton Hotel, hanya beberapa meter dari Merlion

     Tidak berlama lama di Merlion Park, saya bergegas menuju Pulau Sentosa, tempat semua hiburan berada, mulai dari atraksi gratis hingga berbayar seperti di Universal Studio Singapore. Dari Merlion park jalan kaki ke MRT Rafless Place, ambil rute ke MRT Harbour front. tarif seharga SGD 1.2 .Tapi sialnya, saya tertidur dalam perjalanan dan nyasar entah di stasiun mana. Untung saja petunjuk dan peta MRT sangat lengkap, jadi tinggal mencari platform untuk rute balik ke MRT Harbour Front. MRT Harbour front tergabung dengan pusat perbelanjaan Vivo City, dari sini anda memiliki 3 opsi menuju Pulau Sentosa yaitu : [1] Naik Cable Car, [2] Naik Skytrain, [3] Jalan kaki. Pilihan termurah pastinya adalah jalan kaki melewati Sentosa Boardwalk, sebuah jembatan penghubung Pulau Singapura dan pulau sentosa Ini panjangnya kurang lebih 500 meter, disini anda akan dimanjakan dengan trotoar berjalan dan pemandangan yang tidak kalah spektakuler, disana juga telah disediakan kafe (gile, jembatan ada kafe nya cuiy..), taman taman kecil bahkan patung patung karta sclupturer ternama, jadi ke Sentosa island dengan modal dengkul rasanya bisa menjadi alternatif yang menyenangkan dibanding naik skytrain atau cable car. saya tidak tahu persis berapa biaya naik cable car atau skytrain, untuk tiket masuk sentosa island (via Sentosa Boardwalk) hanya SGD 1 (8000 rupiah) !
Sentosa Boardwalk, salah satu pintu masuk menuju Sentosa Island
     And this is it ! SENTOSA ISLAND ala Chef Farah quinn. Pada hari itu Pulau sentosa cenderung sepi, tidak banyak pengunjung yang memadati area tersebut, Saya berjalan menyusuri setiap keindahan buatan manusia ini, mulai dari Sentosa Visitor Centre, Universal Studio Singapore - Merlion Statue (Big) - Palawan Beach - Songs of the Sea dan beberapa mall mall kecil yang saya lupa namanya. banyak yang bertanya, apakah saya masuk kedalam Universal Studio Singapore nya? LOL tentu tidak, bagi yang berbudget minin, hal ini menjadi tidak masuk akal untuk masuk kedalam USS, biaya masuk nya saja sudah hampir setengah juta rupiah. Saya pribadi tidak terlalu suka dengan atraksi atraksi film seperti yang ada di USS. Kelihatanya menarik sih, tapi masih banyak tempat untuk dikunjungi dengan duit setengah juta itu :), be wise !, berhubung tak punya budget cukup untuk masuk USS, berfoto di depan signboard USS yang berupa bola dunia bertuliskan "Universal" bisa menjadi pilihan. dan yang terpenting, free of charge.. 
Universal Studio Singapore (USS)
     Saya melanjutkan walking tour saya ke kompleks cafe dan casino-casino di sana. ada Hard Rock Cafe dan kafe mahal lainya, iseng saya lihat daftar menu yang dilengkapi dengan harga dalam SGD itu, dan.... terimakasih ! harganya tidak masuk akal. Secangkir kopi saja bisa dibandroll dengan harga SGD 12-15 (Rp. 96.000 - 120.000), padahal kalau di Indonesia, 2000 perak aja sudah dapat XD tak jauh dari sana, saya melihat patung Merlion yang berpuluh puluh kali lipat lebih besar dari yang ada di Merlion Park yang saya kunjungi sebelumnya. Untuk naik keatas mulut Merlion pastilah harus merogoh kocek lagi (sekitar SGD 2-3) untuk yang tidak punya kocek, bisa berfoto di depan Signboard "Sentosa" dengan berlatar belakang patung merlion super besar ini.
The Big Merlion, Sentosa Island
     Next stop dalah Siloso Beach, dari patung merlion kita bisa jalan kaki atau bisa menumpang shuttle bus atau skytrain menuju Beach Station yang tidak dipungut biaya. Dalam perjalanan dengkul ke Siloso, anda akan melewati atraksi "Song of the Sea" yang buka pada malam hari, inilah pertunjukkan yang ingin saya lihat walaupun tiketnya agak mahal (SGD 10), sayangnya hanya buka pada malam hari, sedangkan jam masih menunjukkan pukul 12 siang. mungkin next time... 

     Akhirnya saya sampai juga di Siloso beach atau pantai Siloso, ini adalah pantai buatan manusia, jadi keindahanya terkesan dibuat buat. Walaupun terlihat cantik, tapi banyak "cacat" nya nih pantai, air nya yang keruh, ombaknya yang hampir tidak ada (lebih mirip seperti danau), banyak dikuasai oleh resort dan bar di tepi pantai sekaligus jadi tempat berlabuh nya kapal kapal nelayan, saya berusaha menikmati keindahan Pantai Siloso walaupun personally saya kurang mendapatkan kenikmatannya. Sebagian besar keindahan yang ada di Pulau Sentosa, atau bahkan di seluruh negara Singapura adalah buatan manusia, mulai gedung-gedung pencakar langit, pantai, arsitektur, patung patung, taman, pariwisata... semuanya buatan SDM Singapura yang pintar memanfaatkan kekuranganya (karena SDA yang rendah). Bagi saya, semua ini memberikan rasa kagum yang besar tapi tidak memberi saya kepuasan, tidak ada pantai yang benar benar alami, tidak ada rumah tradisional, atraksi budaya lokal dll... semua serba modern. 
Pantai Siloso, Keindahan buatan tangan SDM Singapura
     Saya mencoba menjelajahi sudut lain dari Pulau Sentosa, mungkin saja ada spot wisata menarik yang saya lewatkan. Saya mencoba menumpang Skytrain gratis menuju arah yang saya juga tidak tahu, eh tidak tahunya monorail ini membawa saya kembali ke daratan Singapura, artinya kita sudah keluar dari Pulau sentosa dan akan dikenakan biaya masuk lagi jika ingin kembali ke Sentosa Island. What a a pity! Kunjungan saya ke Pulau Sentosa kemudian berakhir setelah turun dari Skytrain tersebut.

     Dari Vivo City tempat saya turun dari skytrain, saya kembali ke MRT Harbour Front dan melanjutkan wisata ke Jalan Orchard (Orchard Rd.). Bagi yang belum tahu, Orchard Road ini adalah salah satu tempat yang (katanya) harus dikunjungi di Singapura. Di sepanjang jalan Orchard terdapat puluhan Shopping Malls, butik, gallery, gedung parlemen, dan banyak lagi tempat untuk menghabiskan dollar Singapore kita. Biasanya orang orang borju Indonesia kalau beli oleh oleh seperti parfum, kaos, gantungan kunci, sampai pakaian dengan merk terkenal, disinilah tempatnya! banyak pula yang berkata "Belum ke Singapura kalau belum mengunjugi Orchard Road". Dari MRT Harbour front (NE1) ambil rute ke MRT Dhobby Ghaut (NE6) #Saran saya jangan ambil rute MRT Orchard Road, karena bakal lebih mahal (karena perbedaan warna rute), MRT Orchard Road menurut saya boleh diambil untuk rute pulang saja, karena di dekat stasiun itu terdapat ION dan Lucky Plaza, tempatnya barang/souvenir murah khas Singapura, jadi sebaiknya diletakkan di akhir perjalanan sebelum kembali ke Hostel :)

     Kembali ke Orchard, jalan ini memang dipadati oleh pusat perbelanjaan, di kanan-kiri anda bisa melihat shopping mall dengan tema dan arsitektur yang berbeda. Beberapa diantaranya yang terkenal adalah ION Orchard, Nge Ann City, Paragon, Lucky Plaza, Takashimaya dan banyak lagi. Kalau bisa dikomparasikan, ini seperti Malioboro kalau di Jogja, hanya saja tata kotanya jauuh lebih modern. Lalu apa yang bisa dieksplorasi disini? saya bukan shopping addicted atau tidak terlalu suka kegiatan belanja (selain souvenir), saya hanya menyusuri Jalan Orchard dibawah suasana gerimis kecil kala itu, menatap keindahan arsitektur sambil menganga kaya orang bego

     Kemudian saya berbelok ke salah satu mall, Lucky Plaza. Banyak wisatawan yang merekomendasikan tempat ini untuk membeli souvenir khasi Singapura, seperti miniatur merlion, gantungan kunci, coklat, parfum dan masi banyak lagi. Saya berhenti di salah satu gift shop dan tertarik membeli beberapa oleh oleh untuk teman dan saudara di Indonesia. ada gantungan kunci, maghnet kulkas, T -Shirt, dan kartu pos untuk koleksi pribadi. Untuk gantungan kunci, harga mulai 10 Dolar (80 ribu rupiah) untuk 18 buah. Sedangkan T-shirt dibandrol dengan harga 10 Dolar untuk 3 buah, untuk kartu pos dihargai 50 sen saja. murah bukan? eitts.. tapi ada lho yang lebih murah dari Lucky Plaza, simak cerita nya di bagian "Bugis Street Shopping"
Orchard Road dan Salah satu Gift Shop di Lucky Plaza
     Setelah "kalap" belanja, saya memutuskan kembali ke Hostel, dari MRT Orchard Rd (NS22) ambil rute MRT Little India (NE7) dengan harga SGD 1.20. Saya mampir ke Tekka Centre dahulu untuk membeli menu buka puasa, yang pasti bukan nasi, tapi hanya roti prata yang 80 sen per porsi itu, ditemani dengan segelas teh tarik rasa lemon. Yah, walaupun hanya berbuka dengan roti (lagi), tapi sudah cukup mengenyangkan perut kok. 

     Saya kembali ke hostel dan accidentaly saya (akhirnya) berkenalan dengan beberapa penghuni satu dorm saya. Ped, orang Thai. Dia adalah imigran mengadu nasib sebagai pekerja di Singapura, teman lainya adalah Rawee, asal Nepal. Itu menjadi kali pertama nya berlibur ke luar negeri, kami berbincang bincang kala itu, menikmati senandung nada bahasa, aksen aksen yang berbeda dan mengalami kebersamaan yang erat, inilah yang aku suka dari travelling, saya bisa mempraktikkan nilai nilai sosial budaya yang saya dapat dari pelajaran IPS SMA, bahasa inggris yang sudah lama tak dilatih pun akhirnya encer juga terdukung suasana. Saya berangan-angan suatu hari nanti saya akan berkunjung ke Nepal, bertemu dengan Rawee dan melanjutkan perbincangan kami yang berlangsung hanya beberapa puluh menit saja di malam terakhir saya di Singapura. Someday....

     Tak lama setelah itu, saya undur diri untuk melanjutkan perjalanan saya ke Bugis Street Shopping. tak perlu menaiki MRT untuk sampai ke Bugis, hanya berjarak kurang lebih 1 kilometer dari Hostel saya. Bugis street Shopping (atau "Bugis" saja) adalah komplek gift shop semi-tradisional yang menjual aneka barang cidera mata mulai pakaian, perhiasan, makanan ringan, hingga buah tangan khas Singapura di jual disini. Suasana di sana sangat ramai kala itu, agak sulit untuk berjalan kedepan karena ramainya pengunjung. Sialnya, disini saya temukan pernak-pernik Singapura yang harganya bahkan jauh lebih murah dari yang ada di Lucky Plaza Orchard Road. Ambillah contoh misalnya gantungan kunci bergambar merlion, Jika di Lucky plaza harganya SGD 10 untuk 18 buah, disini dihargai SGD 10 untuk 24 buah, bahkan ada yang SGD 10 untuk 30 buah :(( Gilaaa !!.... hati saya seperti ditusuk beribu ribu tombak dihantam ratusan ton batu dihujam berlapis lapis pisau melihatnya (ih lebay dah -_-). Sama halnya dengan T-shirt, dihargai SGD 10 untuk 4 buah, dengan kualitas kain yang lebih tebal dari yang ada di Lucky Plaza. So, lain kali, kalau mau beli souvenir atau buah tangan sebagai oleh oleh, saya rasa Bugis lah tempat yang tepat. #Pengalaman mengajarkan apa yang kita tidak bisa peroleh di bangku sekolahan, yah walaupun rugi dan ada rasa kecewa sedikit, tapi buat hikmah aja deh :)
Bugis Street Shopping, Best deal untuk belanja oleh-oleh
     Kembali ke hostel di Little India, suasana sudah beragsur sepi, banyak orang menutup rolling door kedainya, tak terasa bahwa saat itu adalah malam terakhir saya menginjakkan kaki di negara Singa, disini saya bertemu beragam ras dan suku bangsa. Asian, European, African were mixed up to gather without gap, I liked that athmosphere a lot. A chance to gain friendhip, a chance to show hospitality. Walaupun saya belum seberani penghuni hostel yang lain, yang bisa berbaur dengan mudahnya ke semua orang, setidaknya ini adalah langkah awal bagi saya untuk memperbaiki diri, lebih terbuka kepada orang  lain. Singapore taught me something I have never found before. Thanks a lot ! Tidur saya malam itu serasa damai menyambut hari esok yang mungkin akan lebih mengajari saya banyak hal. 

     Esok harinya, saya membatalkan kunjungan saya ke Singapore Botanical Garden karena saya terlalu lelah dan harus menyimpan tenaga untuk pergi ke negara selanjutnya. Saya akan berpindah ke Melaka, Malaysia. jadi pada pukul 12.00 siang saya sudah bersiap check out, petugas hostel mengembalikan uang deposit saya sebesar SGD 20 dan mengucapkan "thank you, we wish you come back here again". Saya berpamitan dengan Ped, sayangnya saya tidak melihat Rawee... mungkin sudah keluar berjalan-jalan. Bye Footprints Hostel !

     Saya menuju Queens Street Bus terminal, dimana terdapat bus yang akan mengantar saya ke Johor - Malaysia. Untuk menuju Melaka dari Singapura, anda harus naik bus SBS Transit No.170 (harganya SGD 1.70) atau bisa juga naik Bus Singapore-Johore Express seharga SGD 2.40. berhubung saat itu SBS transit sedang kosong, dan Singapore-Johore Express akan berangkat sesaat lagi, saya memutuskan untuk naik Singapore-Johore Express, seorang kakek membantu saya mencarikan bus dan membelikan saya tiket (pake uang saya) karena saya benar benar tidak paham dengan logat singlish nya supir bus itu.


     And here I am, dalam perjalanan berkilo-kilometer menuju Melaka, selamat tinggal Singapura !!... terimakasih telah membuat dua hari saya berkesan. Kalau ada waktu saya bakal mampir lagi yah.. ^^

Pengeluaran Part 3
MRT Little India - MRT Raffles Place (SGD 1.20), Tiket masuk Sentosa Island (SGD 1.00), MRT Harbour Front - MRT Dhobby Ghaut (SGD 1.40), Roti Prata (SGD 1.20), Teh tarik (SGD 1,2), Gantungan kunci 12 buah + Magnet kulkas 3 buah (SGD 10), Kaos Singapura 3 buah (SGD 9), Kartu pos (SGD 0.50), MRT Orchard Road - MRT Little India (SGD 1.20), Bus Singapore-Johore Express (SGD 2.40)
TOTAL : SGD 29.1 (IDR 232.100)              .

CERITA SELANJUTNYA [ PART 4 ]

Jelajah Tiga Negeri [ 2 ] Singapura - Rakyat dan Modernitasnya


     Horayyy.... jam 10.45 WS (Waktu Singapura), pesawat saya mendarat mulus di Changi Airport (Terminal 1), Changi airport benar benar mengubah pandangan saya terhadap "standar" bandara Internasional. Saya takjub melihat keindahan interior dan kemewahan bandara Changi ini. sulit menjelaskanya, saya terlalu takjub sampai tidak sempat mengambil gambar even hanya satu foto disana :(. Ada mall, skytrain penghubung antar-terminal, MRT Station, pintu masuk yang sampai dibuat dua tingkat (beserta jalan beraspal nya), counter check-in yang banyaknya masyaallah, orang caucasoid, mongoloid, negroid, dan -oid -oid lainya berkumpur jadi satu tanpa ada pembatas ras dan kewarganegaraan, pramugari-pramugara yang cantik dan cakep juga bersliweran disana, bahkan saya melihat segelintiran pramugara-pramugari Emirates Airlines dengan seragam khas mereka, itu loh maskapai termewah di dunia. Suvarnabhumi Airport Thailand sepertinya masih kalah jauh dengan Changi Airport Singapura ini, apalagi kalau dibandingkan dengan Soekarno-Hatta -__-" (Apalagi bandara Juanda..no comment deh --") bandara2 di Indonesia harus banyak belajar dari sini.
     Saya bengong, rasanya seperti orang Kota yang pindah ke kota sungguhan, Singapura sungguh menyita perhatian saya sejak tiba di bandara nya itu. Namun kekaguman itu tidak berlangsung lama setelah saya pergi mencari tourist information, saya mau bertanya bagaimana cara menggunakan MRT, Mencari bis ke Johor, Transportasi di pulau sentosa dan masih banyak lagi pertanyaan yang lain, ketika saya bertanya kepada kedua perempuan muda penjaga tourist counter disana, mereka menjawabnya dengan ketus dan singkat, saya dengan kemampuan bahasa Singlish seadanya ini belum terbiasa dengan tipikal orang Singapura yang notabene to the point itu. Tidak ada penjelasan yang saya mengerti selama pertemuan singkat dengan penjanga informasi pariwisata itu, saya hanya diberi peta MRT setelah saya bertanya panjang lebar tentang bagaimana prosedur naik MRT. Ih.... -_- kesel deh. Saya bergegas menaiki Skytrain ke Terminal 2 (saya ada di Terminal 3), karena stasiun MRT ada di Terminal 2, tenang saja, untuk menaiki Skytrain ini tidak dipungut biaya kok :)

     Dari Changi Airport, saya menuju stasiun Little India (NE7) dengan biaya SGD 2.30, prosedur pembayaran tiket MRT memang agak sedikit membingungkan. jika harga satu rute adalah SGD 2.20, maka yang harus anda bayar adalah SGD 2.30 (ada penambahan deposit 10 sen), kemudian untuk pembelian kedua, harga normal. Pembelian ketiga, deposit 10 sen di pembelian pertama akan dikembalikan, pembelian keempat dan kelima harga normal. Pembelian keenam anda akan mendapat diskon 10 sen (Jika harga rute SGD 2 maka kita hanya perlu membayar SGD 1.90), setelah pembelian keenam, kartu akan hangus dan tidak bisa dipakai lagi, kita harus mengulangi langkah 1 untuk naik MRT lagi.. agak ribet ya -___-, tapi terlepas dari itu, petunjuk pembelian tiket, nama stasiun, arah jalan, peta MRT dll sangatlah jelas disediakan disana, malah kalau saya bilang, kebanyakan petunjuk. Jadi dalam waktu singkat saya rasa kita juga bisa pelan-pelan ngeh tentang sistem / prosedur transportasi massal di Singapore ini. Ada yang menyarankan untuk beli EZ Link Card, karena harganya akan lebih murah, tapi setelah saya kalkulasi, pakai EZ Link Card akan jadi lebih boros karena saya hanya 2 hari dan ada deposit sebesar SGD 5 yang harus dibayarkan, dan deposit itu tidak bisa diambil kembali.

     Sampai di MRT little india, saya jalan kaki berusaha menemukan penginapan yang sebelumnya telah saya book secara online, Footprints Hostel (25A Perak Road, Singapore) --> alamat ini juga yang saya isikan ke Kartu kedatangan. lokasinya lumayan jauh dari stasiun MRT, tapi masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Hostel ini terletak di daerah litte India, saya malah lebih banyak lihat orang tamil daripada orang chinese (mayoritas). Hostel ini tergolong murah, cuma SGD 12 per malam (hanya untuk booking online), kalau go show sepertinya mahal, sekitar SGD 24 (1 SGD = 8000 Rupiah). Ini adalah kali pertama saya booking hostel, agak nervous sih. Gimana kalau nanti saya dikira dibawah 17 tahun, gimana kalau nanti sekamar sama orang orang aneh dll. Dan percakapan pun terjadi.............

R : Excuss mi, I want to book two nights dorm
C : <bicara bahasa singlish> Intinya dia tanya udah book online apa belum? 
R : Yes, I have booked online
C : <Intinya check in time adalah pukul 14.00, jadi saya disuruh tunggu 4 jam -_- 

     Gile nih, 4 jam disuruh nunggu.. gue ngapain dateng pagi pagi, mending tadi jelajah Changi Airport dulu -_-. Untungnya Receptionist nya mempersilahkan saya untuk menunggu di ruang makan, ada internet nya jadi ga jenuh sih haha.

     Setelah jam 2 siang, saya kembali check in. Harga yang harus saya bayar adalah SGD 21,6 untuk 2 malam (sekitar 86.000/malam) dengan deposit sebesar SGD 20. Deposit ini akan dikembalikan setelah kita check out. Kita dapat nametag, selimut, sarung bantal dan akhirnya saya bisa bersantai di hostel pertama saya :D

     Setelah bersantai, saya mandi dan melanjutkan perjalanan di sekitar little India, kawasan ini ditinggali oleh mayoritas orang Tamil, kata nya sih lebih kayak bukan Singapura ! memang benar lho. disini mayoritas berkulit hitam dan berbicara bahasa Hindi. Untuk peta lengkap kawasan little india bisa dilihat DISINI . Saya mulanya yakin kalau saya menuju ke arah yang benar, tujuan saya adalah menuju The Verge Little India, eh malah nyasar dan ketemu Tekka Centre, mau ke Tekka centre lewat jalan lain kok malah gak ketemu, akhirnya malah sampai di Sri Mahariamman Temple. Entahlah, saya belum terbiasa dengan penamaan jalan di Singapura, jadi bawaanya nyasar mulu -_-. Berkunjung ke Little India Arcade dan Mustafa Centre jadi batal karena ga tau arah, tapi jalan jalan di kawasan ini sudah cukup menyenangkan. Sayangnya tidak ada foto saya selama berada di sana, karena saya masih merasa takut berinteraksi dengan ras lain pada saat itu.
Kawasan Little India, You'll feel like in India !
     Selesai menjelajah Little india, saya mampir di Tekka Centre untuk membeli makanan berbuka puasa, mata saya tertuju pada satu kedai muslim yang menjual roti prata dan Nasi Briyani (read : Brai-ye-ni). Penasaran bagaimana sih rasanya nasi briyani yang terkenal itu, saya pun memesan satu porsi briyani dan dua lembar roti prata, kalau di total seharga SGD 5.80 (46.225 Rupiah). dan saking hausnya saya terpaksa membatalkan puasa saya dan memakan dua porsi roti Prata dan segelas es teh di Tekka Centre, sayang sekali pemirsa... -_-"
Penjual Nasi Briyani di Tekka Centre - Daftar Harga Menu
     Kembali ke hostel, adzan maghrib pun berkumandang si masjid dekat Hostel saya (sekitar jam setengah delapan malam), spontan saya menangis kala itu, entahlah.... saya merasa jauh sekali dengan keluarga, buka puasa pun dengan makanan seadanya saja, karena keterbatasan dana. disini tak ada gema berbuka puasa, semua dilakukan di tempat kecil, tak ada pedagang asongan yang bejibun menjelang buka, satu satunya tempat di dekat hostel yang menyediakan ta'jil adalah masjid kecil di sebelah hostel, itu pun didominasi kaum tamil India, tak ada orang melayu, apalagi orang jawa :(. Akhirnya dengan tabah saya memakan seporsi nasi briyani di dalam hostel, bersama banyak foreigneers yang minum bir dan whiskey. Rasanya? hmm.... personally I don't really like Nasi Briyani. Ini makanan enak di awal, tapi lama-lama kok ya bikin eneg, plus porsinya yang super besar, membuat saya membuang sebagian porsinya, yah duit gue sia sia -__-

     Seusai makan, saya melanjutkan perjalanan, kali ini saya mengunjungi landmark kota singapura, Merlion Park !. Dari MRT Little India (NE7) ambil rute menuju MRT Rafless Place (NS26), tarifnya SGD 1,20. Sepanjang perjalanan (jalan kaki dari stasiun ke Merlion), saya melewati The Fullerton Hotel. Ya Allah hotelnya baguuusss banget, besar, mewah. Per malam nya berapaan ya? XD haha. Lalu saya juga melintasi Marina Bay, tempatnya kolam renang tertinggi di dunia, tapi sialnya kolam renang itu hanya diperuntukkan bagi penghuni hotel saja :(, padahal rencana mau naik ke atas dan berenang disana.
The Fullerton Hotel dan Marina Bay Sands
     Semakin lama, Merlion semakin terlihat. Kepalanya...badanya... dan jeng jeng.. This is Merlion Statue, ikon kebanggan Singapura. Patung campuran Singa dan Ikan (atau siluman singa?) yang saya dulu lihat di Internet dan saya idam idamkan dua tahun lalu, terpampang jelas di depan mata saat itu. Saya lemas, tidak tahu harus berbuat apa untuk menguungkapkan perasaan bersyukur saya. Saya berjalan sempoyongan menuju tangga di merlion, tempat orang orang biasa duduk dan bersenda gurau. Saya termenung, meratapi pemandangan Merlion Park pada malam hari. Sempat berfikir macam macam, "Bapak sama ibu di Surabaya lagi apa ya..? ini anakmu sudah di Singapura loh bu, pak!" Ujarku dalam hati. Pengalaman saya bisa diibaratkan sebagai film "Eat, Pray, Love" dalam versi lain, saya bukan Julia Roberts dan saya tidak menemukan cinta saya disini haha XD.
Merlion Park di Malam Hari
     Saya melanjutkan trip saya ke Esplanade, hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari Merlion park. Ini adalah sebuah gedung yang di desain mirip durian kembar. Sangat menarik, penuh dengan bussinesman dan orang penting lainya. Saya tidak berminat masuk kedalam Esplanade karena saya terlalu capek, saya juga membatalkan kunjungan ke Marina Bay dan Taman "Garden by the bay" dan memilih kembali ke Hostel untuk beristirahat. Saya menarik kesimpulan bahwa kehidupan di Singapura sepertinya terlalu tegang, banyak orang berambisi untuk menjadi kaya, banyak uang, penguasa dll. Sepertinya unsur keramah-tamahan agak (sedikit) dikesampingkan, menurut saya. Dulu jika saya bercita cita untuk tinggal di Singapura, menjadi berubah total karena kehidupan disini yang datar, kualitas SDM nya sangat tinggi, menurut saya terlalu tinggi sehingga terkesan seluruh hidup hanya untuk kerja dan kerja. Entahlah.. apa hanya perasaan saya atau memang betul begitu. Saya kaembali ke hostel dan beristirahat pukul 00.30 Dini hari, tak sabar memulai hari kedua saya esok :).

Pengeluaran Part 2
MRT Changi - MRT Little India (SGD 2.30), Hostel 2 Malam (SGD 21.6), Buka Puasa (SGD 5.8), MRT Little India - MRT Raffles Place (SGD 1.20), MRT City Hall - MRT Little India (SGD 1.10), Teh Tarik (SGD 1.20)
TOTAL : SGD 33.2 (IDR 264.770) 

02 Agustus 2013

Jelajah Tiga Negeri [ 1 ] Kompleksitas Adisutjipto Yogyakarta

    

     Sudah tujuh bulan lamanya saya berhasil membeli tiket penerbangan sejuta umat itu. Airasia, dimana kocek yang saya keluarkan sedikit tidak masuk akal untuk menaiki sebuah burung besi keluar Indonesia, memang seringkali maskapai ini pintar membuat strategi marketing yang memikat hari pelanggan. Alhasil, tiket Yogyakarta - Singapura pun sampai di tangan dengan harga 199.000, tidak sampai dua ratus ribu rupiah ! Yah, tapi itu sudah tujuh bulan yang lalu, berarti ada selang waktu tujuh bulan demi penantian liburan ini. Hmm... tujuh bulan menunggu, betah kah? TIDAK :(. Hampir setiap hari di sekolah, di rumah, saya selalu terbayang bayang dengan lamanya penantian itu, saya ceritakan rencana liburan saya kepada teman teman di sekolah, mereka bilang saya gila, "Berani amat kamu, ke luar negri sendirian?" kata mereka. Sayapun awalnya tidak begitu yakin dengan keputusan yang saya buat, karena tiket promo yang sudah saya beli merupakan hasil "kalap" saya, I dont think about the destinations, but the price. Wherever it's promotion attended, there will be myself

     Semakin kedepan, saya semakin tidak peduli, saya mulai merancang jadwal atau dikenal sebagai "Itinerary" kemana saja kaki ini akan pergi. Saya bahkan sampai bersikeras untuk menginjungi tiga kota di Thailand (Hatyai, Krabi, Phuket) dengan durasi waktu delapan hari yang ke-enam hari nya telah saya set untuk berkunjung seputaran Singapura-Malaysia. Sayangnya, kalkulasi ini sepertinya salah, akhirnya tujuan final saya adalah Yogyakarta[JOG] - Singapura[SIN] - Johor Bahru[JHB] - Melaka[MKZ] - P.Pinang[PEN] - Kuala Lumpur[KUL] - Jakarta[CGK]. Sedikit kurang bersemangat, karena saya pribadi tidak terlalu menyukai kedua negara itu. But show must go on !, berbekal informasi dari website serta dibantu oleh info-info teman teman saya dari komunitas Backpacker Dunia, saya akan memulai perjalanan Saya menyusuri Tiga negeri, Indonesia-Singapura-Malaysia beserta rincian biaya (yang saya ngakunya "Backpacker") disini :

     Saya mulai trip ini dari kota Surabaya, karena baru baru ini Tarif KA telah resmi tidak bersahabat, saya membatalkan niat saya naik KA dan berganti ke moda transportasi lain, Bus. Dulu, dengan 33.500 rupiah saja sudah sampai di Jogja, tapi sekarang tarif KA Jauh-Dekat 110.000 untuk Tujuan Yogyakarta, Saran saya sih, pakai bus saja, lebih bisa berhemat. Sebelum saya sampai Terminal Purabaya, saya menukarkan Rupiah saya ke Ringgit dulu di Pertamina Kebonrojo, nilainya lumayan kompetitif. Setelah sampai di Purabaya (Bungurasih), saya naik Bus "Mira" menuju terminal Giwangan, Yogyakarta. Perlu diingat bahwa perjalanan Surabaya - Jogja memakan waktu sekitar 8 Jam (Kalau kereta, 6 Jam). 

     Berhubung trip saya jatuh pada bulan Ramadhan, saya berusaha tetap berpuasa selama perjalanan delapan jam itu. Yah, sebenarnya tidak terasa juga sih, sebentar saja kok ya sudah maghrib, terus Isya', terus sampai deh di Giwangan. Sialnya, saya terlalu kukuh berhemat, sehingga saya tidak pernah membeli makanan apapun selama di dalam bis, padahal banyak pedagang asongan yang mencoba menjual makanan dan minuman kepada saya, giliran maghrib sudah tiba, saya ga punya apa apa untuk dimakan, bahkan diminum, jadi resah sendiri. Alhasil, saya harus menunggu sampai di Yogyakarta untuk membeli sesuatu untuk berbuka.

     Sekitar jam sembilan malam kala itu, saya sampai di Terminal Giwangan. Suasana nya sepiii sekali, saya langsung bergerak menuju bagian informasi, bertanya apakah masih ada Shuttle Bus Transjogja untuk membawa saya ke Bandara Adisutjipto, dan deg!!... Transjogja sudah tidak beroperasi pada jam itu, saya mulai resah. Terjebak di terminal bus bukan sesuatu yang biasa bagi saya, its my first time. Penerbangan saya ke Singapura akan berlangsung pukul 7 Pagi, sehingga jam 5 pagi saya sudah harus check in. Kondisi ini memaksa saya  harus menginap di bandara. Saya punya teman sih di Jogja, sialnya semua nya sedang mudik, atau sibuk dengan urusan perkuliahan.  Kemudian terdengar seseorang memanggil saya "Mas, Ojek mas...?". Hmm...Ojek? boleh sih, tapi berapa uang yang harus keluar? Kami saling tawar menawar alot hingga terjadi kesepakatan, yang tadinya 50.000, turun ke 40.000, kemudian kami sepakat 30.000. Hmm... yah mau bagaimana lagi. 

     Dia mengantar saya sampai di depan bandara Adisutjipto, letaknya lumayan jauh dari terminal dan tidak mungkin ditempuh dengan berjalan kaki :D. Sesampainya di Bandara, saya beri dia uang lima puluh ribuan. dan kembalianya hanya sepuluh ribu, saya spontan marah, padahal tadi kami sepakat 30.000. kami berdebat panjang yang akhirnya si bapak tukang ojek yang menang, saya pasrah menyerahkan 10 ribu lainya untuk bapak ojek keparat itu. Fokus ke tujuan utama, saya berjalan mendekati pintu Gerbang Adisutjipto....yang saya lihat seperti bangunan gelap yang tidak punya kehidupan, sepiii..... sekali. Ga ada aktivitas penerbangan, ga ada penumpang yang menunggu pesawat, hanya Saya... Saya seorang disana. "Ini bandara?" sempat terbesit di benak saya bahwa bapak ojek tadi mengantarkan saya ke lokasi yang salah. Sulit dimengerti, namun memang pintu gerbang bertuliskan "Bandara".

     Saya mulai panik, bagaimana caranya menginap di bandara sepi seperti ini, bodohnya saya, saya melihat refrensi bandara LCCT Kuala Lumpur yang dipadati orang orang yang menginap di dalamnya, tapi ini kasus lain. Beda bandara bahkan beda negara, mengapa aku begitu bodoh membandingkan dua bandara yang berbeda kelas ini :( Ahirnya dengan penuh harap, saya telusuri setiap sudut bandara, berharap ada orang yang bernasib sama seperti saya, atau minimal, security yang bisa menunjukkan dimana tempat menginap yang gratis.  

     Kutemukan dua orang security, saya menanyakan dimana tempat orang orang biasanya menginap menunggu penerbangan, dia menjawab "Bandara sudah tutup, mas !. kalau mau nginap, di depan ada penginapan 100 ribu per malam, bandara sudah steril, ga boleh ada yang nginap".............
Haruskah saya ambil? tentu tidak. Kejadian abang ojek tadi telah membuat saya kehabisan rupiah, bagaimana mungkin saya membuang seratus ribu lagi untuk penginapan yang bakal saya tiduri hanya dalam beberapa jam?. saya tidak putus asa, saya telpon semua teman di kontak saya yang ada di Jogja, sialnya, semuanya tidak membalas, tidak aktif. Ah cobaan pertama sudah datang, saya mulai pupus harapan dan tidak punya pilihan lain selain menunggu di salah satu sudut jalan hingga fajar :(.

     Beberapa saat terkatung-katung, saya dihampiri oleh seorang wanita, "Mas, boleh masuk ke Bandara ga?" tanya nya. "Boleh mbak, tapi ga boleh nginap" jawabku. "Oh ga boleh ya, kapan hari saya kesini masih boleh mas..". Senang rasanya menemukan teman yang senasib seperjuangan hehe.... Kami mulai akrab dan terus mencari2 tempat untuk beristirahat, mungkin ada masjid? musholla? atau orang yang iba dan memberi kami tumpangan?, sampailah kami di sudut lain bandara, kami dapati ada sekelompok keluarga yang juga sedang menunggu fajar terbit. Saya diberi nasi bungkus oleh wanita itu lengkap dengan sebotol air mineral, karena saya bercerita bahwa saya belum berbuka, bahkan untuk seteguk air putih pun, padahal jam saat itu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih. Selagi menyantap nasi bungkus, kami bergabung disana, bercanda bersama sebelum akhirnya petugas keamanan bandara mengusir kami.

     Yap, pasukan kami semakin banyak :D Keluarga tadi memutuskan untuk memesan penginapan yang dikatakan security tadi. Dengan satu orang dari mereka yang bertugas menjaga mobil. Kami bertiga berbincang-bincang hingga larut malam, saya tidak seberapa mengantuk tapi bagaimanapun, saya harus tidur untuk menyimpan energi selama di Singapura nanti. Beruntungnya saya, si Lelaki yang membawa mobil tadi mempersilahkan saya tidur di dalam mobil nya. Thank God :). Sepertinya kompleksitas ini berakhir dengan baik, saya akhirnya bisa bercakap cakap dengan akrab dengan mereka, perempuan yang saya temui adalah seorang TKI yang mengadu nasib di Singapura, sedangkan keluarga tadi sedang menunggu kepulangan anggota nya dari mengadu nasib menjadi TKI pula di Arab. Sayang saya tidak sempat menanyakan nama mereka....Sayang tidak terbesit untuk berfoto bersama.....Sayang saya tidak minta nomor hape mereka....

     Ketika waktu sahur, kami bertiga mencari makan di sekitar bandara, setelah itu shalat Shubuh di masjid bandara dan akhirnya tiba saatnya untuk kami berpisah. Penerbangan saya pukul 7 Pagi sehingga saya harus berpisah lebih dulu kepada mereka. Senang sekali rasanya bisa bertemu mereka, orang orang yang ramah, yang tanggap dan senang menolong :)

     Di bandara Adisutjipto, Saya menelpon ibu saya "Bu, aku berangkat", karena bagaimanapun, restu orang tua adalah yang utama. Saya mulai mencari cari counter Airasia, tidak sulit mencarinya, karena bandara yang relatif kecil dan calon penumpang yang belum terlalu ramai. Setelah menuju ke counter, saya mulai mempertanyakan tentang cairan yang boleh dibawa kedalam kabin, Kesimpulanya : Diperbolehkan membawa (Maksimal) 10 Botol cairan yang berukuran tidak lebih dari 100 ml atau kalau lebih bakal disita petugas imigrasi.. Untung saja saya sudah tau dari awal tentang peraturan ini.
Airasia Counter - Waiting Room (International Gate)
     Cap, cap, cap... paspor saya dapat satu "Memar Biru" lagi dari imigrasi Indonesia :), bayar Airport Tax seratus ribu, kemudian barang barang diperiksa dan Voilla... masuklah saya di waiting room. Menunggu pesawat QZ8102 saya menuju Singapura. sempat saya merenung sejenak, ga nyangka kalau ini bakal jadi pengalaman backpacking pertama saya, walaupun sudah bukan pengalaman ke Luar negeri pertama, 10 Hari kedepan bakal jadi perjalanan seorang diri paling jauh dalam hidup saya...

     Akhirnya, jam 07.25 pesawat QZ8102 saya tiba dan mengantar saya menuju terminal 1 Changi Airport, Singapore. Bye bye Indonesia, gonna catch back to you soon :)
Airasia QZ8102 was ready to take me off
Pengeluaran Part 1
Angkot ke Kebonrojo (IDR 4.000), Bus Mira (IDR 43.000), Ojek ke bandara (IDR 40.000), Makan sahur di Bandara (IDR 11.000), Airport Tax Adisutjipto (IDR 100.000).
TOTAL : IDR 198.000 

01 Agustus 2013

This is the way I love being a Backpacker

   
  
Pernah terbesit di pikiran untuk menjelajah dunia? menikmati setiap detail keindahan ciptaan-Nya melalui liku langkah langkah kaki kita, menyusuri negara yang berbeda, bertemu orang orang baru dengan beragam kebudayaan. Wah... rasanya asyik sekali ya :) apalagi kalau semua itu bisa dilakukan oleh siapapun dengan budget yang bahkan bisa dibilang terbatas. Yap, jaman sekarang ini, siapapun bisa menjelajah dunia, Siapapun ! Tua, muda, pria, wanita, kelas ekonomi apapun mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan apa yang orang sebut sebagai "Backpacker (noun) / Backpacking (verb)". 

     Mengapa saya suka backpacking? entahlah... Saya juga tidak tahu persis kapan saya mulai tertarik dengan hobby ini. Sejak kecil saya adalah tipikal orang penyuka jalan jalan, bahkan pada saat umur 15 tahun, saya sudah mampu menyusun jadwal kunjungan wisata ke Singapura walaupun saat itu keinginan mengunjungi Singapura masih ditentang oleh banyak anggota keluarga saya, namun saya tidak pernah menghilangkan impian itu. Kemudian beberapa bulan setelah "konflik" itu berakhir, maskapai penerbangan murah Airasia mengadakan promosi besar-besaran ! saya tidak ingat betul berapa harganya, tapi ke Kuala Lumpur (MY) bisa dibeli dengan uang saku saya saat itu !. 

     Tapi yah...namanya saja umur 15 tahun, anak ingusan yang punya ambisi besar. Semua harapan itu pupus sirna ketika semua anggota keluarga banyak menentang rencana saya ke Kuala Lumpur dengan tiket super murah itu. Alasan masih kecil, ga tau apa apa tentang luar negeri, duit siapa, diculik, disekap, dimutilasi (ih, sadis banget yak) dilontarkan oleh keluarga saya. Akhirnya seperti rencana rencana sebelumnya, wisata ke Kuala Lumpur pun batal.

     Menginjak usia satu tahun lebih tua (16 tahun), saya diperkenalkan oleh komunitas Backpacker Dunia (BD) di jejaring sosial Facebook. di dalam grup tersebut, ribuan orang ternyata punya ambisi yang kurang lebih sama dengan saya, hanya saja, mereka lebih berumur dan (pastinya) lebih perpengalaman. Saya belajar banyak disana, walaupun dalam kurun waktu beberapa bulan saya hanya jadi penonton pasif, tanpa memperkenalkan diri ataupun bertanya sesuatu di sana. Namun akhirnya saya pun mendapat banyak dukungan dari sesama anggota disana, mulai support hingga cerita inspiratif di blog mereka, membuat saya kembali bersemangat menumbuhkan kembali impian saya menjadi seorang backpacker.

     Dan kesempatan itu datang !. Kunjungan saya ke Thailand pada Juli 2012 benar benar membuka mata saya tentang bagaimana sesungguhnya "luar negeri" itu. Landmark yang biasanya hanya saya lihat di internet sekarang bisa terpampang jelas membahana badai di depan mata saya, halusinasi saya bahwa ini cuma mimpi sirna sudah. Akhirnya saya bisa mengagumi betapa eksotisnya Bandara Suvarnabhumi, Floating Market di Bangkok, pengalaman pertama naik Pesawat dan pengalaman berinteraksi dengan orang orang yang bahkan tidak mengerti bahasa Indonesia maupun Inggris, tidak tanggung tanggung, perjalanan ini saya dan teman teman beserta guru guru SMKN 1 Surabaya ini dilakukan selama 22 hari! artinya kita punya waktu tiga minggu lebih untuk mengenal budaya dan pariwisata Thailand. Namun kesempatan ini tidak saya kategorikan sebagai perjalanan mandiri (Backpacking), karena perjalanan saya ke Thailand adalah dalam rangka pertukaran pelajar antar dua negara, semua sudah disiapkan oleh penyelenggara (mulai akomodasi, transportasi, makanan, wisata, oleh-oleh dll), kita tinggal duduk manis dan mengikuti setiap prosedur yang telah direncanakan penyelenggara.

Thailand - Bersama teman teman sekolah saya
     Namun apa yang saya dapatkan sungguh adalah pengalaman berharga, sepertinya 22 hari di Thailand itulah yang bisa membentuk jati diri dan ambisi yang lebih besar dari saya saat ini. Saya bertemu orang orang baru dengan latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda, senang mengenal mereka, mereka adalah orang yang super ramah dan sangat welcome terhadap turis asing seperti kami (walupun kami bukan bule haha).
     Sepulang dari negeri Gajah Putih itu, saya mulai merencanakan trip berikutnya, saya nekat membeli tiket promo saat itu dengan tujuan Singapura, dan tiket pulang dari Kuala Lumpur, bisa dibaca disini. Saya bersikeras tetap show off dengan modal tiket PP ini, dan akhirnya, 15 Juli 2013, Pengalaman backpacking pertama saya ke Singapura - Melaka - Penang - Kuala Lumpur - Jakarta saya jalani. benar benar tanpa seorang pun yang menemani keberangkatan dan kepulangan saya. Saya benar benar sendirian kali ini. tidak ada embel-embel Exchange Program atau semacamnya, ya... saat itu adalah saat dimana impian dua tahun yang lalu mengunjungi kedua negara terkabul sudah. saya sempat menitikkan air mata pada saat hari pertama di Singapura, mendengar kumandang adzan maghrib di salah satu masjid di kawasan Little India, tak kusangka ini pertama kalinya menyantap menu buka puasa seadanya, yang hanya berupa dua lembar roti canai dan secangkir air putih, tanpa ditemani sanak keluarga maupun teman dekat.

     Perjalanan pun berlanjut hingga ke Negeri Jiran, hingga kepulangan saya di bandara Soekarno-Hatta Jakarta. saat itu adalah momen dimana saya bisa lebih mengenal diri saya, belajar mengetahui dimana kekurangan saya sesungguhnya, belajar mengagumi keindahan dari sisi dunia yang lainya. Saya punya lebih banyak cerita untuk dibagikan kepada teman teman dan keluarga, Kepulangan saya ke kota Surabaya pada saat itu meninggalkan senyum kebanggan yang (pasti) akan membawa saya pada belahan dunia yang lain, suatu saat nanti..
Tiga Landmark di Tiga Negara
     Ber-backpacking mengajari kita banyak hal, memaksa kita untuk lebih mandiri, lebih terbuka kepada unsur budaya baru, lebih berani mengenal orang lain dan segala aspek kehidupan lainya benar benar diuji di sini. Personally saya rasa bahwa ber-backpacking bisa melepas "sisi liar" saya, you know lah segudang norma norma sosial yang tidak seyogyanya dilakukan di rumah tinggal akhirnya bisa kita lepaskan sebebas bebasnya di negeri orang lain. Sunbathing 'till get sunburn, half-naked in the beach, feel the real "Night world", Speaking English in whole day, being a "Real Man" as a tourist, wearing a tank top during a trip, drinking an unusual meals adalah beberapa contoh dari sisi liar yang bisa saya lepaskan secara bebas disana. Kepuasan yang saya dapat tidak pernah selega ini sebelumnya. Sepulang dari ber-backpacking, kita akan (secara bertahap) akan lebih pro aktif, lebih open minded terhadap segala sesuatu, melihat suatu permasalahan dari dua sisi, tidak spontan hanya men-judge suatu permasalahan dengan sebelah mata. 

     Tidur di masjid bandara, terminal, stasiun, membawa ransel kemanapun kita pergi, sekamar dengan berpuluh puluh orang yang tidak dikenal, berjalan jauh, naik angkutan reyot, berdesak desakan untuk membeli tiket murah, diintrogasi petugas imigrasi dll seakan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dalam kasus ber-backpacking ini. Saya dengan jelas menolak berwisata pada travel agent karena berdasarkan pengalaman saya berlibur ke Pulau Bali, 4 tahun yang lalu. Kita seolah "diikat" untuk tetap stick dengan schedule yang telah dibuat oleh pihak travel agent. jam sekian hingga jam sekian, kita harus kesini... dan begitu seterusnya. Sebaliknya, jika kita melakukan perjalanan mandiri, kita akan 100% leluasa menentukan arah tujuan kita, mau seharian di satu lokasi wisata atau bahkan seharian tidur di hostel pun tak akan menjadi masalah.

     Saya bukan ahlinya dalam melakukan perjalanan mandiri ini, bahkan trip saya ke Singapura dan Malaysia bulan lalu masih sangat banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Banyak kebodohan dan keteledoran yang saya lakukan. Mulai ditipu oleh tukang ojek, hingga dipanggil dengan sebutan "Indon" oleh salah satu warga Malaysia, yah.... tapi saya secara bertahap akan berbenah diri, menjadi traveller yang lebih baik di trip trip yang selanjutnya. Big Goals saya saat ini adalah mengunjungi 10 negara ASEAN, dan thank god 4 negara telah saya pijak. Setelah 10 negara sukses terjamah, saya akan mencoba ke destinasi yang lebih jauh lagi, seperti Korea, Rusia, Turki, dan Selandia Baru. Kemudian melebar hingga eropa timur, eropa barat, hingga ke benua Amerika. Ke semua ini adalah sebuah proses perjalanan panjang meraih impian yang telah lama saya impikan.

     Soal partner perjalanan, saya netral saja, baik Solo (sendirian) ataupun dengan teman sama sama menyenangkan, Kalau backpacking sendirian, kita bisa 100% menentukan arah tujuan kita, tanpa ada paksaan dari pihak lain. Sialnya, dokumentasi kita menjadi lebih minim saat melakukan solo travelling, sebagian besar foto di kamera (setidaknya >50%) adalah foto pemandangan. Tidak ada kata "Narsis" atau semacamnya karena mau tidak mau, kita harus minta tolong orang lain untuk fotoin kita, awalnya saya malu banget, itu adalah aksi paling memalukan yang pernah saya lakukan, tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak dengan cara ini, semua foto di kamera saya bakal jadi pemandangan alam semua, kebenaran menjelajah tempat itu akan (sedikit) diragukan keaslianya karena saya tidak berada disana. Atau kalau mau cara yang lebih mudah, pakai timer (fasilitas kamera penghitung mundur),  ini juga punya kerugian, kalau semisal tidak ada tempat untuk meletakkan kamera kita, ya tidak bisa.. mau pakai tripod pun susah, masa dibawa kemana mana gitu. kita kan mau liburan, bukan mau jadi fotografer hehe..

     Nah, kalau traveling bareng bareng, kondisinya bakal berbalik, kita bebas ber-narsis ria, foto foto sejuta expresi, dari expresi standar (berdiri tegak) sampai jungkir balik, dari pakai pakaian utuh sampai telanjang pun bisa, tak ada rasa malu. Cuma untuk masalah destinasi wisata, kita harus rela bertoleransi dengan teman seperjalanan, kita tidak boleh semaunya sendiri, jika anda tidak suka belanja, tapi teman anda adalah shopping lovers, berarti ke mall atau pasar harus disertakan dalam itinerary itu. Ada kalanya kita senang dengan suatu tempat dan ingin stay lebih lama disana, tapi teman anda ingin balik ke penginapan dan istirahat, kemampuan berdiskusi sangat penting disini, seringkali juga akan timbul konflik kecil diantara teman seperjalanan, tapi saya rasa konflik itu malah menambah akrab kita di akhir cerita. begitulah suka duka berjalan sendirian atau dengan teman, semuanya punya keuntungan dan kerugian masing masing. Dan bagi saya, keduanya adalah pilihan terbaik :)

     Dan pada akhirnya, semua ini tidak luput dari restu kedua orang tua serta keluarga dan teman, senang rasanya bisa berbagi cerita, menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin berlibur tapi belum tahu bagaimana cara melakukanya. Saat ini saya tengah mengantongi tiket ke Kuala Lumpur dan Siem Reap (Cambodia) dan berharap trip saya berikutnya akan berjalan lebih baik dari sebelumnya. So what are you wating for? let's explore the world by backpacking ! 

Raka Wicaksana.