18 April 2013

Street Food Indonesia - Gigih Menjaga Cita Rasa Nusantara

     
"Masakan Jalan" - Gigih Menjaga Cita Rasa Nusantara
     Street Food - Atau secara harfiah disebut sebagai Aneka Jajanan di Pinggir Jalan kiranya sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Mulai dari acara tahunan yang diselenggarakan di beberapa kota seperti halnya Jakarta Street Food, sampai Acara yang disponsori oleh beberapa brand makanan ternama di Indonesia kerap kali menghiasi ruas-ruas jalan daerah kita. Tak jarang bila pelancong dari luar kota pun (atau bahkan luar negeri?) ikut menyemarakkan kegiatan seperti ini. Mereka rela berbondong bondong datang, berdesak desakkan dengan pengunjung lain, makan sebentar (Itupun juga harus antre panjang), sekadar menikmati suguhan musik, atau hanya melihat sekitar, setelah itu balik pulang. Well, meskipun aktivitasnya terkesan sederhana, sebagian besar pengunjung merasa puas dengan adanya kegiatan tersebut. Punya tuan punya pendapat, semua punya pendapat berbeda beda tentang street food.

     Bagi saya, street food sendiri mempunyai beberapa keunikan serta keuntungan, baik untuk pihak penyelenggara, maupun daerah penyelenggara, tak lupa juga, masyarakat pun ikut merasakan cipratan untung nya. Lihat saja dari apa yang kebanyakan dijual disana, Mie Tumis, Semanggi, Nasi Pogol, Pecel, Asinan, Rujak, Martabak, Jamu, Kerak Telor, Ice Blue yang di plesetkan namanya menjadi Es Bule, makanan makanan berat khas daerah terkait sampai minuman minuman manis yang menyegarkan dahaga. Semua tersedia disana. Ada yang kurang familiar dengan nama nama makanan itu? ya!, saat ini, makanan yang saya sebutkan diatas mencari nya memang tidak semudah beberapa tahun lalu. masih ada sih kalau memang dicari di pelosok pelosok desa, tapi mana mau orang tergopoh gopoh mencari makanan sampai ke pelosok?  kecuali kalau benar benar addicted.

    Tahukah kita bahwa penyelenggaraan street food sebenarnya malah mengangkat kembali cita rasa tradisional Indonesia? Semanggi misalnya, yang sudah sulit dicari kemana mana tiba tiba nampang jelas di deretan lapak street food di suatu daerah. Saya malah pernah berbincang dengan teman saya yang berkata "Wah udah lama nih kaga makan Semanggi, sayang (street food nya) cuma seminggu aja" Nah, kita bisa simpukan bahwa masakan yang kata orang (elit) udah Jadoel itu masih banyak diminati oleh sebagian kalangan kita. Kita akui bahwa masakan tradisional negara kita emang ga kalah dengan yang ada di luar negeri, Rendang dan Sate Ayam punya kita aja dikategorikan sebagai yang terenak seantero dunia. gimana kita ga bangga tuh? tapi bagaimana menyebarkan cita rasa terpendam ini? ya Street Food itulah salah satu mediator untuk mewujudkannya !. kita lihat, bukan, disana?, mulai adik adik, remaja couple, Ibu hamil, bapak bapak beristri dua pun sampai rela bertumpah ruah mencicipi menu tradisional kita? yang mulanya makan malam dengan JunkFood atau makanan tak gizi, di kala Street Food itu mereka makan masakan tradisional :) mbak mbak penjual makanan dengan lemah lembutnya melayani satu persatu pelanggan dengan ramah, ditambah alunan musik angkling/keroncong atau apalah yang bagus bagus, menambah kehidmatan malam street food yang biasanya hanya berdurasi 1-2 minggu itu. suatu dobrakan besar, bukan? 

     Alhasil, yang semula punya ketergantungan kuat makan JunkFood jadi sadar "Eh nih makanan enak juga ya" atau malah ada yang nambah. wah wah ternyata mereka bukan nya ga suka dengan masakan tradisional Indonesia, tapi karena sulit dicari, akhirnya pindah haluan makan makanan western atau JunkFood yang bahkan di kabupaten kecil pun ada. Lantas bagaimana? apakah jika Street food yang biasanya cuma berdurasi 1 sampai 2 mingguan itu bubar, pengunjung bakal kembali ke kebiasaan lama nya? Well, bisa jadi seperti itu. Tapi seyogyanya bila frekuensi street food lebih ditingkatkan, entah apakah ditingkatkan menjadi beberapa bulan sekali, lebih mencangkup banyak kota, atau mungkin mendirikan Permanent Street Food ? udah banyak kan yang kayak begituan di Indonesia? nah disini, pihak penyelenggara sebaiknya memperbanyak frekuensi diadakanya Street Food ini, lebih menguntungkan kedua belah pihak bukan? 

     So, Kegiatan ini bener benar postitif untuk dipertahankan ke depanya. manfaat nya akan menyebar hingga beberapa tahun kedepan (mungkin), masyarakat kita akan benar benar menaruh perhatian 100% pada masakan asli Indonesia dan mulai meninggalkan masakan masakan ala kebarat baratan itu. Perekonomian Wirausahawan-Wirausahawati kita akan meningkat secara bertahap karena dalam suatu acara macam Street Food, mereka bisa meraup keuntungan hingga lebih dari 5X lipat dibanding hari hari biasa, uangnya untuk menghidupi keluarga keluarga mereka, membeli kebutuhan sehari hari sampai menyekolahkan anak. Tempat tempat yang awalnya tidak terjamah banyak orang menjadi terkenang karena kehadiran kegiatan yang biasanya juga disebut Festival Jajanan ini. Secara otomatis, eksistensi pariwisata kota terkait akan meningkat juga bukan? menyumbangkan pemasukan daerah juga nih

     Mending mana, orang orang kita konsumtif dengan makan makanan mahal dan tak sehat di restoran cept saji/mall mewah, pemasukan hanya masuk ke kantong segelintir kalangan eksekutif. Atau orang orang kita yang makan masakan asli negara sendiri, dengan Street food sebagai salah satu mediatornya, pemasukan masuk ke setiap kantong penjual lapak, dan turut serta menjaga cita rasa bangsa serta pemasukan daerah? Pertanyaan retorik seperti ini tentulah tidak perlu dipertimbangkan lagi. Mau membuat para wirausaha kita dihargai lebih? cita rasa kita dipertahankan? pariwisata kita maju? kesejahteraan meningkat? Street Food sepertinya telah menjadi syarat mutlak untuk mewujudkannya. 

Raka Wicaksana    . 

1 komentar:

  1. street food memang yang terbaik sudah harganya murah makanannya pun enak- enak dijamin memuaskan sekali tapi sayang sekarang di daerah jakarta banyak yang digusur.

    BalasHapus