Menyusuri Secuil ASEAN !!

Kutinggalkan decak kagum untuk negara-negara ini. ASEAN is Paradise !

This is the Way I love Being a Backpacker !

Ber-backpacking menguji kita banyak hal, mandiri, terbuka dan berani.

Rindu Kota Sultan, Yogyakarta!

Berpetualang (lagi) di Kota yang sarat akan Tradisi nya, Yogyakarta

Welcome In Thailand (Part 1) - Sehari Di Bangkok

Pengalaman Pertama Pergi Ke Luar Negeri, Gratis !

01 Maret 2014

Menyusuri Secuil ASEAN [4] Phnom Penh At The First Sight



Good Morning, Kuala Lumpur !! Ini adalah hari terakhir saya di Kuala Lumpur sebelum melanjutkan perjalanan ke Cambodia. Seperti biasa, saya menyantap sarapan di Wisma Cosway Raja Chulan bersama Abang Poon, dengan serta membawa tas carrier saya. Saking seringnya saya pergi sarapan di tempat ini, ibu-ibu teh tarik sampai sudah hafal benar apa yang mau saya pesan hehe, habis murah sih!. Seusai sarapan saya tidak punya jadwal berkeliling lagi, apalagi dengan membawa tas berat seperti ini. Akhirnya saya memutuskan untuk tidur di free go KL bus dari pagi sampai siang, memang bukan tidur pulas karena setiap setengah jam kita akan turun di stesen akhir [HAB Pasar Seni atau KLCC] dan harus naik bus yang berada di depan nya dan begitu seterusnya. Tapi ya lumayan lah, selain harus menyimpan energi untuk perjalanan ke negara berikutnya, toh hampir semua tempat di Kuala Lumpur sudah terjelajahi, time to relax for a bit !.

Mondar-mandir itupun berlangsung lama hingga jam 11.30 sebelum saya bertolak ke KL sentral dengan LRT dari HAB Pasar seni [1 MYR]. Untuk menuju LCCT dari KL Sentral, cukup turun ke lantai dasar dan disana sudaha ada beberapa bus yang siap mengantar anda ke LCCT (disana ada juga rute ke Genting Highlands). Dengan tarif 10 Ringgit, saya kembali di antar melihat gedung gedung Kuala Lumpur yang megah untuk terakhir kalinya pada hari itu, disusul dengan deretan pohon kelapa sawit yang tertanam rapi. Selama kurang lebih 1,5 jam, sampailah saya di LCCT untuk penerbangan ke Phnom Penh, Kingdom of Cambodia. Oh iya, di deretan kursi T11 tempat saya menunggu pesawat, saya melihat beberapa orang Khmer (sebutan untuk orang Kamboja) terlihat bercakap cakap satu sama lain, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mencoba bertanya tentang kalimat kalimat umum bahasa kamboja, karena sebagian besar warga kamboja tidak mampu berbahasa inggris, setidaknya beberapa kalimat itu cukup membantu dalam perjalanan nantinya. Mulai dari sini juga, saya akan ditemani teman saya, Mbak Siti, yang secara kebetulan punya jadwal yang sama dengan flight yang sama :D Alhamdulillah akhirnya bisa narsis juga nanti di Kamboja haha.

Perjalanan tidak berlangsung lama dengan Airasia AK1474 yang kami tumpangi, beberapa saat kami pun telah mendarat halus di Phnom Penh International Airport. Bandara nya tidak terlalu besar, hanya ada dua conveyor belt di terminal internasional, bahkan mungkin bandara juanda Surabaya / Adi Sutcipto di Jogja lebih besar dari bandara ibukota negara Kamboja ini. Terminal kedatangan internasional pun tidak ubahnya seperti bandara bandara kecil di Indonesia, tapi ya sudahlah, saya datang bukan untuk membandingkan negeri saya dengan negeri orang, setiap negara punya cerita masing masing dan mulai saat itu, saya bukan ada di negara jalur gemilang lagi, melainkan negara berbendera biru merah biru dengan angkor wat di tengah nya, Ladies and gentleman, welcome to Kingdom of Cambodia !!.

Kami dijemput oleh teman Kamboja saya, Panha. Kami sudah berteman lama di facebook sekitar satu tahun, kami sering chatting dan ber-video call lewat skype,  dan akhirnya kami bertemu secara langsung pada saat itu di Airport. "Soursdey, Panha !" Sapaku kepada nya dalam bahasa Khmer. Awalnya saya berniat untuk tinggal di rumah Panha selama perjalanan di Kamboja, sayangnya saat itu rumahnya sedang di renovasi, alhasil untuk membayar kekecewaan saya (yang saya sebenarnya juga tidak kecewa samasekali), dia bersedia untuk membayar semua akomodasi saya selama di Kamboja, sesuatu yang jarang dilakukan orang lain pada seseorang di pertemuan pertama. Oh iya, di Kamboja, dua mata uang diterima secara luas, yaitu USD (Dollar) dan KHR (Riel). Untuk pecahan besar, biasanya menggunakan USD, sementara untuk kembalian dan pecahan kecil menggunakan KHR atau Riel. 1 USD setara dengan 4000 KHR. Sebelum meninggalkan airport, saya membeli kartu perdana lokal Kamboja, Smart, dengan harga USD 3 untuk jaga jaga in case kalau kami terpisah atau tindakan pencegahan lain, terlebih dari itu, internet juga hal yang sangat penting untuk memberi kabar keluarga saya di rumah dan tetap eksis di facebook :D haha
Phnom Penh International Airport
Untuk sampai ke pusat kota yang jaraknya tidak terlalu jauh, pilihan paling murah adalah dengan Ojek, entah apa namanya kalau di terjemahkan ke bahasa khmer. untuk sampai ke hotel dipasang tarif 2 USD saja. Panha menggonceng Mbak Siti dengan motor miliknya sedangkan saya naik Ojek dengan abang ojek nya. Sayangnya, saya tidak tahu nama hotel yang nanti akan kami tempati, Panha bahkan belum memberitahu tentang hal itu, dan waktu abang ojek melaju dengan kencang nya meninggalkan Panha dan Mbak Siti yang tertinggal jauh di belakang, saya merasa sedikit was-was, namun tetap positive thinking menganggap abang ojek sudah tahu benar dimana harus menurunkan saya. Semasa perjalanan, saya benar benar merasa ada perbedaan antara Indonesia dengan Kamboja dalam segi transportasi. Disini, perbedaan paling jelas terlihat di tepi jalan di setiap bangunan atau kedai dimana setiap tulisan jelas tidak terbaca oleh saya karena menggunakan aksara khmer. Anda pasti kaget ketika pertamakali berada di Phnom Penh karena disini, pengemudi kendaraan bermotor melaju gila-gilaan, saling mendahului satu sama lain, bahkan lampu merah pun jarang dipatuhi !, memang tidak sehebat dan segila di Vietnam yang katanya harus sampai tengok 360 derajat kalau mau menyebrang jalan, tapi bagi saya, arus kendaraan di Phnom penh sudah termasuk kategori gila. Sempat jari saya hampir terjepit oleh bemper mobil yang ada di belakang ketika berpengangan pada ojek yang berlari cepat, untung saja saya cepat menarik tangan saya. Oh iya, soal udara disini relatif sejuk dibanding Kuala Lumpur, tapi demikian, di Phnom Penh dan mungkin sebagian besar wilayah Kamboja wilayahnya berdebu. Sebagai langkah antisipatif, selalu bawa masker dari rumah ketika akan berkunjung ke Kamboja, perjalanan ke hotel kala itu tidak terlalu berdebu, namun pada kunjungan ke tempat wisata lain seperti Killing field, masker benar-benar alat penyelamat kita ! Tapi apapun itu, saya sangat menikmati setiap detik berharga disini.

Kembali ke perjalanan, akhirnya dugaan saya benar, Abang ojek tidak tahu lokasi hotel tempat kami menginap. Beberapa kali dia berhenti dan bertanya kepada orang lain di keramaian pasar, tapi tak ada hasil. Saya mencoba berkomunikasi dengan dia tapi apa daya, bahasa inggris yang dia tahu hanya sebatas I, you dan My friend, bahkan untuk menyebut "Teman kamu" pun dihajar dengan kalimat my friend, saya mulai bingung bagaimana jika kami tidak bertemu lagi :( Oughh sial !. Untungnya saya sudah membeli kartu perdana lokal, akhirnya saya menyuruh Abang ojek untuk berbicara dengan Panha lewat telepon. Setengah jam, kami masih mondar-mandir mencari hotel walau sudah telepon berkali kali. Dan akhirnya dia berhenti di Town View Hotel dan berkata disanalah hotel saya, tapi saya belum melihat Panha dan Mbak Siti. Sekejap dia meminta uang dengan menyodorkan tanganya ke arah saya. Tapi saya menolak dengan bahasa tubuh, My friend (menunjuk orang lain) .. come here (menunjuk kebawah) .. then I (menunjuk saya) .. will pay (gerakan menyerahkan uang) dan dia mengerti. Panha dan Mbak Siti pun datang beberapa menit kemudian, fuihh syukurlah.. 
Town View Hotel, 14 USD per Malam utnuk Dua Orang
Kami akan berada 2 malam di Town View Hotel, yang bertarif USD 14 per malam untuk satu kamar twin bed (2 orang), karena kami bertiga dan merasa tidak enak untuk menyewa satu kamar lagi, akhirnya saya menyarankan untuk menggunakan ekstra bed saja. Percakapan seru terjadi hingga malam sebelum kami pergi makan malam di salah satu kedai sederhana. Ada satu makanan yang patut untuk dicoba selama berada di kamboja yaitu Amok. Makanan itu seperti soto daging tapi dengan bumbu mirip masakan padang, entahlah pokoknya harus coba deh !. Satu porsi besar amok bertarif 8000 hingga 12000 riel (2-3 USD). Seusai makan malam, kami berkeliling pusat kota melihat Independence Monument pada malam hari, ini seperti sebuah landmark utama kota Phnom penh, kalau jakarta punya Monas, Kuala Lumpur punya Petronas, Phnom Penh pun punya monumen kemerdekaan. Terletak persis di depan Independence Monument adalah monumen patung Norodom Sihanouk, yang telah wafat pada tahun 2012 lalu, rakyat kamboja mendirikan patung ini untuk mengenang jasa beliau. kami juga melihat Wat Phnom dan Wat Botum sekilas tapi tidak terlalu jelas karena malam hari, yang terletak tidak jauh dari Independence Monument. Ada juga Royal palace dan Sisowath quay yang menjadi tempat asik untuk nongkrong pada malam hari. Tentu saja saat itu dimana kami secara gila berusaha mengabadikan momen itu dengan ratusan foto, malahan saya jadi gak enak sama Panha yang kami paksa ikutan foto haha. Setelah night tour usai, kami kembali ke Hotel untuk beristirahat, menanti hari selanjutnya yang pastinya akan lebih menarik. Perjalanan hari pertama saya ke negara ini sungguh berkesan, terlebih lagi saya ditemani dua orang yang super ramah dan cepat nyambung dengan saya. Thanks Phnom Penh !, you do really got my attention at the first sight !
Independence Monument dan Patung Norodom Sihannouk

Pengeluaran Hari ke [7]  
Air Mineral MYR 1, LRT Pasar Seni - KL Sentral MYR 1, Tune Bus ke LCCT MYR 10, Beli SIM Card Kamboja USD 3, Ojek ke pusat kota USD 2, Makan malam Amok USD 3
TOTAL = MYR 12, USD 8 


CERITA SELANJUTNYA [ PART 5 ].