Menyusuri Secuil ASEAN !!

Kutinggalkan decak kagum untuk negara-negara ini. ASEAN is Paradise !

This is the Way I love Being a Backpacker !

Ber-backpacking menguji kita banyak hal, mandiri, terbuka dan berani.

Rindu Kota Sultan, Yogyakarta!

Berpetualang (lagi) di Kota yang sarat akan Tradisi nya, Yogyakarta

Welcome In Thailand (Part 1) - Sehari Di Bangkok

Pengalaman Pertama Pergi Ke Luar Negeri, Gratis !

23 September 2013

Balik Ke Jogja Dengan Melakukan Beberapa Hal Gila


Jalan-jalan ke kota Gudeg Yogyakarta sepertinya udah ga asing lagi di telinga kita… sapa sih yang ga pernah ke Jogja? Mungkin hanya segaian kecil dari kita yang belum bisa menginjakkan kaki di kota sejuta budaya dan  tradisi itu (entar pasti kesana..!). Bagi saya pribadi, perjalanan yang saya tempuh pada tanggal 20-21 September ini adalah trip yang singkat banget, Cuma 2 hari. Karena kesuntukan saya menjalani aktivitas perkuliahan yang bawaanya Cuma pergi kuliah – pulang kos – kuliah lagi – pulang ke kosan lagi dan begitu seterusnya… Saya mencoba melakukan hal hal (agak) gila biar pikiran dan semangat OK lagi (pernah denger nih kalimat haha). Ini adalah kali kelima saya pergi ke Yogyakarta dan tentunya saya mau sesuatu yang baru, yang belum pernah saya lakukan di trip trip sebelumnya. What’s that? Here they are :

Speaking English for Whole days (Ngomong Inggris seharian)

     Saya ga terlalu mahir bahasa inggrisan, Cuma yah apa salahnya sih kalo pengen berpura pura jadi “turis asing” di negeri sendiri? Inilah yang saya terapkan sewaktu kunjungan saya kemarin menuju Yogyakarta. Mulai berangkat dari Terminal Purabaya (Bungurasih), saya berpura pura tidak tahu mana bis yang benar.. Alhasil saya mencoba tanya kepada beberapa orang, baik petugas terminal sampai pedagang di sekitar terminal. Apa jadinya? Percakapan kita bukanya nyambung, malah berganti jadi bahasa isyarat :D. Saya tidak mencemooh, tidak menyudutkan atau sebagainya, bagi saya, pengalaman ini unik sekali loh, kita jadi tahu kalau semisal kita berhadapan dengan orang lokal suatu negara yang ga terlalu lancar berbahasa asing, ini bisa menjadi “latihan awal” kita membiasakan diri. So be positive J.

     Ga hanya di terminal, sepanjang perjalanan pun saya berlagak jadi turis, dengan kornet, eh kernet…. Dengan penumpang dan kondektur juga… Karena masyarakat khususnya di kota yang Untouristy atau tidak terlalu banyak aktivitas turis asing nya seperti surabaya jarang nemu yang “beginian”, Keberadaan saya membawa hawa segar (gile pede amat gue -_-). FYI, Tiket bus Surabaya – Yogyakarta per bulan september 2013 adalah IDR 47.000 (Mira, Sugeng Rahayu), lebih murah sedikit dibanding kereta yang harganya IDR 55.000. Bedanya adalah, waktu tempuh bis bisa 2 jam lebih lama daripada kereta, Kereta kurang lebih 6 jam, sedangkan bis bisa mencapai 8 jam atau bahkan lebih (tergantung lalu lintas).

     Sampai di Terminal Giwangan – Yogyakarta. Saya menumpang bus dalam kota seharga 3000 rupiah, entah mengapa bus TransJogja tidak peroperasi hingga ke terminal Giwangan pagi itu, apa karena saya tiba terlalu pagi atau rute Giwangan sudah dihapus (?) entahlah. Saya turun di Terusan jalan Malioboro, karena masih pagi pagi sekali, aktivitas di Malioboro masih sangat sepi, bahkan tidak ada aktivitas samasekali, saya hanya mendapati beberapa orang yang sedang berburu santap pagi di sepanjang jalan, itupun tidak terlalu banyak. Saya sedikit bingung mau melanjutkan perjalanan ke mana, karena hampir semua tempat wisata masih tutup sekitar jam 06.00-06.30 itu. Saya memutuskan untuk membeli sarapan saja. Tapi kali ini, saya gak ngomong inggris dulu hehe… biasanya sih kalo mereka (pedagang) tahu kita turis asing, harganya bakal dinaikin, so sekarang saya berbicara bahasa Jawa Alus kepada salah satu penjual soto di sudut Jalan Malioboro. 7000 Rupiah untuk nasi Soto ayan dengan Es Teh segar….. cukup ramah di kantong walaupun saya pernah dapat yang lebih murah. “Ngomong Inggris” saya ga berhenti sampai disitu, di perjalanan ke tempat tempat berikutnya, saya tetap menerapkan hal ini untuk sebuah esensi perjalanan yang berbeda.

Pagelaran Wayang di Karaton Yogyakarta – Pakdhe Budhe Terakhir


     Ada sebagian dari kita cenderung bersikap apatis terhadap kesenian lokal nusantara, Sebut saja kesenian Wayang. Beberapa dari kita PASTI belum pernah melihat pagelarang Wayang secara langsung. Kita kita ini kebanyakan “beralih” kepada dinamika yang lebih fleksibel karena menganggap seni tradisional sudah terlalu sukar untuk dikembangkan, untuk diperkenalkan. Anggap saja jika kita punya 10 koresponden, sebagian besar dari mereka lebih cenderung mampu dalam mengembangkan budaya barat, rasa ingin tahu mereka sangat besar terhadapnya. Tapi bagaimana dengan budaya lokal kita? Inilah yang saya alami sewaktu berada di salah satu pagelaran wayang di Kertaton Jogja. Seluruh personil pewayangan adalah Pakdhe / Budhe dengan usia yang bisa dikatakan sudah lanjut, dengan tangan tangan yang gemetaran memainkan deru deru kolintang, gamelan dan gong. Ibu separuh baya berkonde yang dengan lantang nya menyindenkan lagu lagu campursari, ahh…. Hatiku terasa bangga karena merasa memiliki semua esensi tradisi ini. Tapi tak tampak satupun pemuda seusiaku melakukan hal yang sama, apakah wayang di keraton ini akan berakhir jika tangan tangan terampil pegawai keraton ini sudah tidak kuat menahan, bahkan untuk sebilah bambu penyangga wayang kulit ini? Aku jadi gelisah, tak bisa berfikir sejauh itu.. Namun, siapa yang salah? Kami kah sebagai generasi muda? Bisa jadi. Atau seni wayang yang sedang “kudet”? bisa jadi.

     Saat saya dalam posisi netral, saya tidak melihat pagelaran itu dari awal hingga akhir, semua terasa sedikit membosankan. Hentakan hentakan sunyi pemukul kolintang, gamelan… Tokoh wayang yang berbahasa “Jowo Alus Keraton” tentulah sangat menyulitkan saya, kami, untuk mencerna isi dari cerita yang ditampilkan. Saya sempat melihat beberapa turis asing yang mempunyai keingintahuan tinggi, bahkan sempat tersenyum lebar saat hentakan gamelan pertama dimainkan, tapi seiring dengan berjalanya pagelaran, senyum senyum itupun pudar, mereka menguap, berbicara sendiri, beberapa bahkan angkat kaki. Apalagi suasana saat itu sangat bising dengan hadirnya beratus ratus anak sekolah dasar yang sedang “studi banding” ke keraton, tahulah bahwa mereka bawaanya mengoceh terus, belum begitu peduli dengan pahlawan budaya yang ada di depan mereka, Beberapa turis akhirnya hanya bisa menyaksikan semar dan bagong dalam sorotan cahaya layar tanpa bisa mendengar alunan musik dengan pesinden nya. Mereka pun Pergi !  

     Saya ingin berteriak ke mereka “Hey, jangan pergi.. Ini bagian yang paling seru !” tapi aku sendiri pun tidak mengerti alur nya. Aku terdiam, seolah ingin menghibur para pemain wayang bahwa masih ada saya disini, dengan beberapa orang lokal yang bersorak untuknya. Diantara beberapa penonton itu, saya melihat seorang kakek yang membawa serta cucunya, beliau menceritakan secara detail tentang jalan cerita, lakon dan arti bahasa, sayang sekali, cucunya hanya acuh memainkan Blackberry dengan tatapan bosan. Oh Tuhan… Inikah akhir dari kesenian asli negara kami? Apakah esensi wayang keraton akan berakhir dengan tutup nya usia Pakdhe / Budhe “terakhir” itu?

     Aku merenung, wayang butuh perubahan ! aku tahu merubah tampilan wayang berarti turut merubah esensi dari kesenian yang bersangkutan, itu akan jadi bukan asli lagi. Tapi.. Kalau seperti ini terus, sepertinya ukiran kulit semar dan bagong itu hanya akan berhenti di generasi mereka. Entahlah, aku bukan ahli wayang.. tapi yang pasti, turis turis itu sudah angkat kaki.

Jauh Jauh ke Jogja Cuma buat beli PowerBank !

     Alasan saya ke jogja? Karena ada pameran IT di JEC (Jogja Expo Center), ada salah satu produk powerbank yang mematok harga sangat murah, 69.000 Rupiah untuk Powerbank berdaya 3000MAH. Entahlah, saya suka kalap kalo mendengar kata kata promo, terutama barang barang yang bisa saya pake untuk berwisata. Walaupun pada akhirnya, biaya nya akan jatuh lebih mahal karena diakumulasikan dengan tiket bus PP, makan, dll, tapi ada rasa senang disana bisa travelling, dapat barang murah lagi !(Ibu Ibu mode : On) haha. So selepas saya bergalau di Keraton, saya lanjutkan perjalanan menuju JEC dengan TransJogja, hanya 3000 rupiah. Maunya sih beli powerbank SAJA, tapi saya kalap, banyak barang barang murah, diberi diskon besar besaran, akhirnya hari itu adalah hari dimana saya hampir menghabiskan seluruh isi dompet saya untuk barang elektronik, tak perlulah saya mengatakan besaranya, pokoknya kalap dah haha. Saya bergegas angkat kaki dari JEC sebelum “Kartu debit ikut tergesek”

Perjalanan Pulang, Hiburan seorang Pesinden

     Setelah JEC, saya ke Malioboro… yah seperti itulah wujud “Khao San Road nya Yogyakarta”. Ramai dengan hingar bingar diskon, dan yang paling menonjol adalah batik. Karena sudah beberapa kali saya kalap belanja di Malioboro, saya pun hanya membeli beberapa bingkisan kecil untuk keperluan personal. Sayapun mengakhiri wisata singkat ini dengan Bus Mira menuju Surabaya. Seorang ibu paruh baya naik perlahan menuju kursi persis di depan saya, beliau berdiri dan melantunkan tembang tembang jawa… aku tahu apa maksudnya, lagu sendu tentang seorang istri yang tidak pernah dikunjungi oleh suaminya, itu bahasa jawa ngoko, yang biasa kami pakai dalalam keseharian. Aku benar benar terhibur setelah hapir enam belas jam disuguhi lantunan dangdut dengan syair berbasis pornoaksi, walaupun tidak terlontar secara langsung. Ibu itu menoleh kepadaku, aku membalasnya dengan senyum, kuberi dia selembar uang dua ribuan…. Kelihatanya dia adalah seorang pesinden, tapi mengapa jadi pengamen? Suara nya bagus sekali, sampai satu bis yang saya tumpangi menjadi hening ketika mendengar lantunan nya. Oh ibu pesinden, jika saja semua pengamen seperti beliau…. Telingaku tidak akan sakit !

03 September 2013

Jelajah Tiga Negeri [ 4 ] Melaka Malam Hari, Seru Atau Seram?

Selama di dalam bus Singapore-Johore express yang saya tumpangi saat itu, saya bisa melihat pemandangan Negara Singapura secara utuh, karena biasanya Cuma naik MRT, secara MRT jalan di bawah tanah :/. Yang saya temukan bahwa tidak semua wilayah di Singapura padat penduduk atau istilah lainya, tanah nya sudah terlalu penuh untuk modernitas. Di bagian utara Singapura, tepatnya sepanjang jalan perbatasan Woodlands (SIN-MY), masih saya lihat lahan-lahan hijau kosong yang sepertinya masih dalam pengerjaan untuk di upgrade menjadi lebih modern. Sepanjang jalan ini, terlihat banyak kendaraan Singapore dan Malaysia berlalu lalang, mulai dari mobil pribadi sampai giant truck expor-impor kedua negara membuat lalu lintas perbatasan menjadi sedikit macet. Oh iya, sekadar informasi bahwa Negara Singapura dengan Malaysia dihubungkan dengan jembatan Woodlands sejauh 1,9 KM. Selang beberapa menit, tibalah saya di Kastam Singapura untuk cap paspor, agak tegang juga sih awalnya, karena pernah denger cerita cerita seram soal WNI yang di deportasi dan sebagainya haha. Tapi thanks God semuanya berjalan lancar sesuai harapan, hanya satu saran yang saya sampaikan, Jangan pernah menghilangkan sobekan kartu kedatangan yang Mbak Pramugari berikan waktu di pesawat ! karena jika kedapatan hilang, maka kita akan di periksa lebih lanjut oleh keimigrasian setempat, mungkin kita nanti disangka imigran gelap, atau mau nge-bom, atau teroris, atau koruptor... haha, jangan sampai terjadi yah, saya hanya ABG imut yang pengen backpacking, yang penting jangan hilangkan sobekan kartu kedatangan ini, bisa dikatakan itu separuh nyawa kita haha...

Cap, cap, cap. setelah masalah cap paspor beres, kita akan resmi keluar dari Singapura, lalu kemana setelah itu? jangan berbahagia dulu karena kita harus melewati satu proses "eksekusi" lagi, Imigrasi Malaysia ! dari Imigrasi Singapura, bisa naik bus dengan brand yang sama tanpa dipungut biaya lagi selama tiket tidak hilang ! jadi kalau ada tiket atau dokumen dokumen yang kita dapat selama perjalanan, simpan saja, siapa tahu diperlukan lagi, juga bisa buat kenang kenangan hehe.

Saya kembali naik bus Singapore-Johore express dan sampailah saya di Kastam Malaysia, bangunan Sultan Iskandar. nah, mungkin bagian ini sedikit membingungkan bagi pejalan pemula. Ingat bahwa Imigrasi Malaysia terhubung dengan JB Sentral (Terminal bus antar-kota Johor) dan JB sentral Tidak Sama dengan terminal Larkin (untuk yang akan melanjutkan perjalanan ke kota kota di Malaysia/Thailand). So, setelah cap imigrasi Malaysia kelar, turunlah menuju tempat bus SBS atau Singapore-Johore Express berhenti menunggu penumpang (bisa tanya ke bagian Informasi agar tidak tersesat), naiklah bus yang sama tanpa dipungut biaya asal tiket tidak hilang. Hati hati dengan penipuan beberapa oknum yang berkata "Bus finishes here !" karena kita masih bisa menaiki bus dengan gratis hingga ke Terminal Larkin.

So, Welcome to Terminal Larkin - Kota Johor Bahru. ga usah lama lama dah disini, maju aja langsung ke bagian ticketing reservation, bagi yang mau ke Melaka, disediakan bus dengan jadwal dan tarif yang bervariasi. Yang paling murah adalah bis City Express dengan tarif sekitar RM 19 atau Rp 57.000 sedangkan kebanyakan bus yang lain memasang tarif sebesar RM 20 atau Rp.60.000 (hemat Rp 3000 nih ceritanya haha). Bus saya berangkat pukul 15.30, perjalanan ke Melaka memakan waktu lebih kurang 2,5 jam sampai 3 jam (estimasi jalan padat). Setelah tiba di Melaka Sentral, saya mencoba berbuka dengan menu seadanya, kebetulan terdapat warung makanan tidak jauh dari Melaka Sentral. Kalo indonesia punya Warteg (Warung Tegal), Malaysia juga punya Warmel (Warung Melaka) #maksabanget XD Satu lembar roti prata dan segelas jus jeruk cukup mengenyangkan perut setelah seharian menjalankan puasa :) walaupun jus nya agak mahal -_- RM 3 (Rp 9.000).

Perut (sedikit) terisi, saya melanjutkan perjalanan menuju Hostel, karena kebetulan Hostel saya ada di Lorong Bukit Cina (kawasan little india nya Melaka), saya disarankan untuk naik bus Panorama Melaka (RM 1,2) dan berhenti persis didepan "gang" lorong bukit Cina. yang membuat saya heran adalah Kawasan little india kok ya diberi nama Bukit Cina, bukan bukit India ? hehe.. lupakan saja. Hostel saya bernama "Yellow Mansion Hostel" dengan bangunan semikuno dengan cat khas nya berwarna kuning. Saya sengaja tidak booking online di hostel ini (dan seluruh perjalanan di Malaysia) karenan saya yakin, cari hostel di Malaysia bakal lebih mudah ketimbang di Singapura, seperti harga promo yang saya lihat di website untuk YMH (Yellow Mansion Hostel) sebesar RM 8. Sialnya, karena ga booking online, saya dapat harga RM 14. Siall :(, dan sedihnya lagi, saya Tamu satu-satunya di hostel itu. Kebayang ga sih hostel tingkat yang lumayan gede itu cuma saya yang nempatin? kesanya serem serem gimanaa gitu. Memang melaka tidak seramai Singapura dan mayoritas turis hanya melakukan one day tour alias tanpa menginap. Sewaktu saya sedang mandi untuk siap-siap city tour, saya dengar derap derap langkah kaki dari atas loteng, entah itu si pemilik hostel atau makhluk astral atau kuping saya yang bolot :( tapi saya tetap  positive thinking saja...

Now is the time for Night city tour !! Dari hostel saya tidak perlu naik bus lagi karena kawasan city centre dapat ditempuh dengan berjalan kaki tidak lebih dari 100 meter saja. City centre yang saya maksudkan itu adalah The Dutch Square (Christ Church, The Stadthuys, Clock Tower, Victoria Fountain dan Balai Seni Lukis Melaka). Suasana sangat sepi saat itu, hanya terlihat beberapa orang yang nongkrong dan foto foto, setelah itu menghilang entah kemana. Pernah dengar Jonker Night Market? ituloh Jalan jonker yang super rame sewaktu weekend (Jumat-Minggu), sialnya karena saya datang hari kamis, kemeriahan Jonker Night Market pun tak saya dapatkan :/ .Saya pribadi tidak terlalu menyukai kota Melaka di malam hari, semuanya serba sepi, tak terlihat aktivitas turis yang menyolok selain di bar dan diskotik, masa iya saya anak imut ini pergi ke diskotik. Ugghh. Kalau saja ada Jonker night Market pastinya melaka bakal lebih hidup.

Lupakan soal Dutch Square yang sepi, saya mau naik Melaka River Cruise !!. Kota Melaka punya satu sungai yang dulunya jadi pusat perdagangan, dan saat ini dimanfaatkan untuk atraksi turis. Salah satunya adalah Melaka River Cruise, kita akan dibawa menyusuri keindahan Sungai Melaka selama kurang lebih 45 menit, dengan dipandu oleh seorang boat driver dan virtual guide yang akan membimbing kita menyusuri sudut sudut Melaka. Dari informasi yang saya dapatkan, untuk satu kali naik dipatok harga sebesar RM 10, tapi ternyata saya salah, untuk warga non-malaysia, kita harus membayar RM 15 atau 45.000 untuk sekali jalan. Agak mahal saya rasa, untuk naik perahu 45 menit saja harus merogoh kocek 45.000, tapi karena ini adalah tourist attraction yang wajib dicoba di Melaka, saya akhirnya penasaran juga dan ingin coba...






.

12 Agustus 2013

Jelajah Tiga Negeri [ 3 ] Sentosa dan Deretan Mall Orchard Road



     Saya set alarm saya pukul 05.30 untuk bangun sahur, karena disini disediakan free breakfast, saya tidak perlu repot repot lagi mencari menu untuk sahur :D, tapi nampaknya things didn't happen as clear as I thought it was. Saat saya menanyakan kepada receptionist, apakah saya bisa mengambil sarapan sekarang, dia bilang bisa, dan saya diminta untuk menunggu di sofa ruang tamu, dengan logat Singlish nya.. Dan setengah jam, satu jam dia masih asik bercumbu dengan komputernya. "Hey, mana breakfast gue..?? -_- udah mau subuh niii" gumam saya dalam hati. saat ada bisik bisik suara imsak, eh dia malah masuk ke dorm -_- sial, misscommunication sepertinya sedang terjadi. Sampai adzan subuh berkumandang, orang tadi tidak kunjung memberi saya sarapan. ini pertama kali nya dalam hidup saya, saya tidak sahur :( Hanya beberapa gelas air putih dari wastafel yang bisa saya minum untuk (setidak nya) mengganjal haus semasa jalan jalan nanti.

     Saya kembali ke dorm untuk tidur sebentar, lalu bersiap menuju destinasi selanjutnya, what's that? Merlion ! (Lagi). Hehe bukan apa apa, saya merasa kurang afdol kalau foto di merlion bukan pada pagi/siang hari. Menurut saya, suatu landmark sepatutnya dikunjungi dalam 2 waktu, yaitu siang dan malam. Siang hari bagus karena pencahayaan utama berasal dari matahari dan seluruh bagian landmark pasti akan ter-capture kamera, namun malam hari juga bagus karena suasana sekitar akan dihiasi oleh lampu beraneka warna yang menambah leindahan suatu landmark (dalam hal ini, Merlion) Ini menurut saya loh, kalau mau diaplikasikan dalam trip ya silahkan :D. 

     Yap, saya mengunjungi Merlion park lagi pada pagi kedua itu. dari MRT Little India (NE7) ambil rute menuju MRT Raffles Place (NS26) dengan tarif SGD 1.10. Oh iya, disini selain ada Patung merlion yang biasa kita lihat, di belakang nya ada replika merlion dengan ukuran yang lebih kecil, sekitar 2-3 meter saja, objek lain yang menarik untuk difoto adalah Signboard dari The Fullerton hotel, terlihat jelas persis di sebelah kanan patung Merlion, dengan latar belakang CBD (Central Business District) nya Singapura, keren banget :). Disini saya sudah tidak sungkan lagi untuk meminta tolong orang lain untuk fotoin saya, saya berprinsip bahwa ini adalah liburan saya, kalau malu kapan bisa maju? toh saya meminta tolong dengan orang yang berlainan setiap jepretan nya kan ;) Uniknya, saya malah bertemu dengan beberapa orang Indonesia karena keberanian ini, walaupun tidak bisa jalan bareng (karena mereka mungkin ikut paket tur), tapi ya setidaknya senang lah ada "teman sebangsa" juga disini rupanya haha. Saya juga bertemu dengan orang yang sepertinya datang dari daratan China yang ga bisa ngomong bahasa Inggris, jadi komunikasi kita pake bahasa tubuh gitu... Seru juga, nah sejak itu saya mulai berani untuk show off minta tolong fotoin ke orang lain.
Patung Merlion di Siang hari, dihiasi oleh Background Gedung Pencakar langit Singapura
[KIRI] Patung Merlion kecil persis di belakang Merlion Utama
[KANAN] Signboad One Fullerton Hotel, hanya beberapa meter dari Merlion

     Tidak berlama lama di Merlion Park, saya bergegas menuju Pulau Sentosa, tempat semua hiburan berada, mulai dari atraksi gratis hingga berbayar seperti di Universal Studio Singapore. Dari Merlion park jalan kaki ke MRT Rafless Place, ambil rute ke MRT Harbour front. tarif seharga SGD 1.2 .Tapi sialnya, saya tertidur dalam perjalanan dan nyasar entah di stasiun mana. Untung saja petunjuk dan peta MRT sangat lengkap, jadi tinggal mencari platform untuk rute balik ke MRT Harbour Front. MRT Harbour front tergabung dengan pusat perbelanjaan Vivo City, dari sini anda memiliki 3 opsi menuju Pulau Sentosa yaitu : [1] Naik Cable Car, [2] Naik Skytrain, [3] Jalan kaki. Pilihan termurah pastinya adalah jalan kaki melewati Sentosa Boardwalk, sebuah jembatan penghubung Pulau Singapura dan pulau sentosa Ini panjangnya kurang lebih 500 meter, disini anda akan dimanjakan dengan trotoar berjalan dan pemandangan yang tidak kalah spektakuler, disana juga telah disediakan kafe (gile, jembatan ada kafe nya cuiy..), taman taman kecil bahkan patung patung karta sclupturer ternama, jadi ke Sentosa island dengan modal dengkul rasanya bisa menjadi alternatif yang menyenangkan dibanding naik skytrain atau cable car. saya tidak tahu persis berapa biaya naik cable car atau skytrain, untuk tiket masuk sentosa island (via Sentosa Boardwalk) hanya SGD 1 (8000 rupiah) !
Sentosa Boardwalk, salah satu pintu masuk menuju Sentosa Island
     And this is it ! SENTOSA ISLAND ala Chef Farah quinn. Pada hari itu Pulau sentosa cenderung sepi, tidak banyak pengunjung yang memadati area tersebut, Saya berjalan menyusuri setiap keindahan buatan manusia ini, mulai dari Sentosa Visitor Centre, Universal Studio Singapore - Merlion Statue (Big) - Palawan Beach - Songs of the Sea dan beberapa mall mall kecil yang saya lupa namanya. banyak yang bertanya, apakah saya masuk kedalam Universal Studio Singapore nya? LOL tentu tidak, bagi yang berbudget minin, hal ini menjadi tidak masuk akal untuk masuk kedalam USS, biaya masuk nya saja sudah hampir setengah juta rupiah. Saya pribadi tidak terlalu suka dengan atraksi atraksi film seperti yang ada di USS. Kelihatanya menarik sih, tapi masih banyak tempat untuk dikunjungi dengan duit setengah juta itu :), be wise !, berhubung tak punya budget cukup untuk masuk USS, berfoto di depan signboard USS yang berupa bola dunia bertuliskan "Universal" bisa menjadi pilihan. dan yang terpenting, free of charge.. 
Universal Studio Singapore (USS)
     Saya melanjutkan walking tour saya ke kompleks cafe dan casino-casino di sana. ada Hard Rock Cafe dan kafe mahal lainya, iseng saya lihat daftar menu yang dilengkapi dengan harga dalam SGD itu, dan.... terimakasih ! harganya tidak masuk akal. Secangkir kopi saja bisa dibandroll dengan harga SGD 12-15 (Rp. 96.000 - 120.000), padahal kalau di Indonesia, 2000 perak aja sudah dapat XD tak jauh dari sana, saya melihat patung Merlion yang berpuluh puluh kali lipat lebih besar dari yang ada di Merlion Park yang saya kunjungi sebelumnya. Untuk naik keatas mulut Merlion pastilah harus merogoh kocek lagi (sekitar SGD 2-3) untuk yang tidak punya kocek, bisa berfoto di depan Signboard "Sentosa" dengan berlatar belakang patung merlion super besar ini.
The Big Merlion, Sentosa Island
     Next stop dalah Siloso Beach, dari patung merlion kita bisa jalan kaki atau bisa menumpang shuttle bus atau skytrain menuju Beach Station yang tidak dipungut biaya. Dalam perjalanan dengkul ke Siloso, anda akan melewati atraksi "Song of the Sea" yang buka pada malam hari, inilah pertunjukkan yang ingin saya lihat walaupun tiketnya agak mahal (SGD 10), sayangnya hanya buka pada malam hari, sedangkan jam masih menunjukkan pukul 12 siang. mungkin next time... 

     Akhirnya saya sampai juga di Siloso beach atau pantai Siloso, ini adalah pantai buatan manusia, jadi keindahanya terkesan dibuat buat. Walaupun terlihat cantik, tapi banyak "cacat" nya nih pantai, air nya yang keruh, ombaknya yang hampir tidak ada (lebih mirip seperti danau), banyak dikuasai oleh resort dan bar di tepi pantai sekaligus jadi tempat berlabuh nya kapal kapal nelayan, saya berusaha menikmati keindahan Pantai Siloso walaupun personally saya kurang mendapatkan kenikmatannya. Sebagian besar keindahan yang ada di Pulau Sentosa, atau bahkan di seluruh negara Singapura adalah buatan manusia, mulai gedung-gedung pencakar langit, pantai, arsitektur, patung patung, taman, pariwisata... semuanya buatan SDM Singapura yang pintar memanfaatkan kekuranganya (karena SDA yang rendah). Bagi saya, semua ini memberikan rasa kagum yang besar tapi tidak memberi saya kepuasan, tidak ada pantai yang benar benar alami, tidak ada rumah tradisional, atraksi budaya lokal dll... semua serba modern. 
Pantai Siloso, Keindahan buatan tangan SDM Singapura
     Saya mencoba menjelajahi sudut lain dari Pulau Sentosa, mungkin saja ada spot wisata menarik yang saya lewatkan. Saya mencoba menumpang Skytrain gratis menuju arah yang saya juga tidak tahu, eh tidak tahunya monorail ini membawa saya kembali ke daratan Singapura, artinya kita sudah keluar dari Pulau sentosa dan akan dikenakan biaya masuk lagi jika ingin kembali ke Sentosa Island. What a a pity! Kunjungan saya ke Pulau Sentosa kemudian berakhir setelah turun dari Skytrain tersebut.

     Dari Vivo City tempat saya turun dari skytrain, saya kembali ke MRT Harbour Front dan melanjutkan wisata ke Jalan Orchard (Orchard Rd.). Bagi yang belum tahu, Orchard Road ini adalah salah satu tempat yang (katanya) harus dikunjungi di Singapura. Di sepanjang jalan Orchard terdapat puluhan Shopping Malls, butik, gallery, gedung parlemen, dan banyak lagi tempat untuk menghabiskan dollar Singapore kita. Biasanya orang orang borju Indonesia kalau beli oleh oleh seperti parfum, kaos, gantungan kunci, sampai pakaian dengan merk terkenal, disinilah tempatnya! banyak pula yang berkata "Belum ke Singapura kalau belum mengunjugi Orchard Road". Dari MRT Harbour front (NE1) ambil rute ke MRT Dhobby Ghaut (NE6) #Saran saya jangan ambil rute MRT Orchard Road, karena bakal lebih mahal (karena perbedaan warna rute), MRT Orchard Road menurut saya boleh diambil untuk rute pulang saja, karena di dekat stasiun itu terdapat ION dan Lucky Plaza, tempatnya barang/souvenir murah khas Singapura, jadi sebaiknya diletakkan di akhir perjalanan sebelum kembali ke Hostel :)

     Kembali ke Orchard, jalan ini memang dipadati oleh pusat perbelanjaan, di kanan-kiri anda bisa melihat shopping mall dengan tema dan arsitektur yang berbeda. Beberapa diantaranya yang terkenal adalah ION Orchard, Nge Ann City, Paragon, Lucky Plaza, Takashimaya dan banyak lagi. Kalau bisa dikomparasikan, ini seperti Malioboro kalau di Jogja, hanya saja tata kotanya jauuh lebih modern. Lalu apa yang bisa dieksplorasi disini? saya bukan shopping addicted atau tidak terlalu suka kegiatan belanja (selain souvenir), saya hanya menyusuri Jalan Orchard dibawah suasana gerimis kecil kala itu, menatap keindahan arsitektur sambil menganga kaya orang bego

     Kemudian saya berbelok ke salah satu mall, Lucky Plaza. Banyak wisatawan yang merekomendasikan tempat ini untuk membeli souvenir khasi Singapura, seperti miniatur merlion, gantungan kunci, coklat, parfum dan masi banyak lagi. Saya berhenti di salah satu gift shop dan tertarik membeli beberapa oleh oleh untuk teman dan saudara di Indonesia. ada gantungan kunci, maghnet kulkas, T -Shirt, dan kartu pos untuk koleksi pribadi. Untuk gantungan kunci, harga mulai 10 Dolar (80 ribu rupiah) untuk 18 buah. Sedangkan T-shirt dibandrol dengan harga 10 Dolar untuk 3 buah, untuk kartu pos dihargai 50 sen saja. murah bukan? eitts.. tapi ada lho yang lebih murah dari Lucky Plaza, simak cerita nya di bagian "Bugis Street Shopping"
Orchard Road dan Salah satu Gift Shop di Lucky Plaza
     Setelah "kalap" belanja, saya memutuskan kembali ke Hostel, dari MRT Orchard Rd (NS22) ambil rute MRT Little India (NE7) dengan harga SGD 1.20. Saya mampir ke Tekka Centre dahulu untuk membeli menu buka puasa, yang pasti bukan nasi, tapi hanya roti prata yang 80 sen per porsi itu, ditemani dengan segelas teh tarik rasa lemon. Yah, walaupun hanya berbuka dengan roti (lagi), tapi sudah cukup mengenyangkan perut kok. 

     Saya kembali ke hostel dan accidentaly saya (akhirnya) berkenalan dengan beberapa penghuni satu dorm saya. Ped, orang Thai. Dia adalah imigran mengadu nasib sebagai pekerja di Singapura, teman lainya adalah Rawee, asal Nepal. Itu menjadi kali pertama nya berlibur ke luar negeri, kami berbincang bincang kala itu, menikmati senandung nada bahasa, aksen aksen yang berbeda dan mengalami kebersamaan yang erat, inilah yang aku suka dari travelling, saya bisa mempraktikkan nilai nilai sosial budaya yang saya dapat dari pelajaran IPS SMA, bahasa inggris yang sudah lama tak dilatih pun akhirnya encer juga terdukung suasana. Saya berangan-angan suatu hari nanti saya akan berkunjung ke Nepal, bertemu dengan Rawee dan melanjutkan perbincangan kami yang berlangsung hanya beberapa puluh menit saja di malam terakhir saya di Singapura. Someday....

     Tak lama setelah itu, saya undur diri untuk melanjutkan perjalanan saya ke Bugis Street Shopping. tak perlu menaiki MRT untuk sampai ke Bugis, hanya berjarak kurang lebih 1 kilometer dari Hostel saya. Bugis street Shopping (atau "Bugis" saja) adalah komplek gift shop semi-tradisional yang menjual aneka barang cidera mata mulai pakaian, perhiasan, makanan ringan, hingga buah tangan khas Singapura di jual disini. Suasana di sana sangat ramai kala itu, agak sulit untuk berjalan kedepan karena ramainya pengunjung. Sialnya, disini saya temukan pernak-pernik Singapura yang harganya bahkan jauh lebih murah dari yang ada di Lucky Plaza Orchard Road. Ambillah contoh misalnya gantungan kunci bergambar merlion, Jika di Lucky plaza harganya SGD 10 untuk 18 buah, disini dihargai SGD 10 untuk 24 buah, bahkan ada yang SGD 10 untuk 30 buah :(( Gilaaa !!.... hati saya seperti ditusuk beribu ribu tombak dihantam ratusan ton batu dihujam berlapis lapis pisau melihatnya (ih lebay dah -_-). Sama halnya dengan T-shirt, dihargai SGD 10 untuk 4 buah, dengan kualitas kain yang lebih tebal dari yang ada di Lucky Plaza. So, lain kali, kalau mau beli souvenir atau buah tangan sebagai oleh oleh, saya rasa Bugis lah tempat yang tepat. #Pengalaman mengajarkan apa yang kita tidak bisa peroleh di bangku sekolahan, yah walaupun rugi dan ada rasa kecewa sedikit, tapi buat hikmah aja deh :)
Bugis Street Shopping, Best deal untuk belanja oleh-oleh
     Kembali ke hostel di Little India, suasana sudah beragsur sepi, banyak orang menutup rolling door kedainya, tak terasa bahwa saat itu adalah malam terakhir saya menginjakkan kaki di negara Singa, disini saya bertemu beragam ras dan suku bangsa. Asian, European, African were mixed up to gather without gap, I liked that athmosphere a lot. A chance to gain friendhip, a chance to show hospitality. Walaupun saya belum seberani penghuni hostel yang lain, yang bisa berbaur dengan mudahnya ke semua orang, setidaknya ini adalah langkah awal bagi saya untuk memperbaiki diri, lebih terbuka kepada orang  lain. Singapore taught me something I have never found before. Thanks a lot ! Tidur saya malam itu serasa damai menyambut hari esok yang mungkin akan lebih mengajari saya banyak hal. 

     Esok harinya, saya membatalkan kunjungan saya ke Singapore Botanical Garden karena saya terlalu lelah dan harus menyimpan tenaga untuk pergi ke negara selanjutnya. Saya akan berpindah ke Melaka, Malaysia. jadi pada pukul 12.00 siang saya sudah bersiap check out, petugas hostel mengembalikan uang deposit saya sebesar SGD 20 dan mengucapkan "thank you, we wish you come back here again". Saya berpamitan dengan Ped, sayangnya saya tidak melihat Rawee... mungkin sudah keluar berjalan-jalan. Bye Footprints Hostel !

     Saya menuju Queens Street Bus terminal, dimana terdapat bus yang akan mengantar saya ke Johor - Malaysia. Untuk menuju Melaka dari Singapura, anda harus naik bus SBS Transit No.170 (harganya SGD 1.70) atau bisa juga naik Bus Singapore-Johore Express seharga SGD 2.40. berhubung saat itu SBS transit sedang kosong, dan Singapore-Johore Express akan berangkat sesaat lagi, saya memutuskan untuk naik Singapore-Johore Express, seorang kakek membantu saya mencarikan bus dan membelikan saya tiket (pake uang saya) karena saya benar benar tidak paham dengan logat singlish nya supir bus itu.


     And here I am, dalam perjalanan berkilo-kilometer menuju Melaka, selamat tinggal Singapura !!... terimakasih telah membuat dua hari saya berkesan. Kalau ada waktu saya bakal mampir lagi yah.. ^^

Pengeluaran Part 3
MRT Little India - MRT Raffles Place (SGD 1.20), Tiket masuk Sentosa Island (SGD 1.00), MRT Harbour Front - MRT Dhobby Ghaut (SGD 1.40), Roti Prata (SGD 1.20), Teh tarik (SGD 1,2), Gantungan kunci 12 buah + Magnet kulkas 3 buah (SGD 10), Kaos Singapura 3 buah (SGD 9), Kartu pos (SGD 0.50), MRT Orchard Road - MRT Little India (SGD 1.20), Bus Singapore-Johore Express (SGD 2.40)
TOTAL : SGD 29.1 (IDR 232.100)              .

CERITA SELANJUTNYA [ PART 4 ]

Jelajah Tiga Negeri [ 2 ] Singapura - Rakyat dan Modernitasnya


     Horayyy.... jam 10.45 WS (Waktu Singapura), pesawat saya mendarat mulus di Changi Airport (Terminal 1), Changi airport benar benar mengubah pandangan saya terhadap "standar" bandara Internasional. Saya takjub melihat keindahan interior dan kemewahan bandara Changi ini. sulit menjelaskanya, saya terlalu takjub sampai tidak sempat mengambil gambar even hanya satu foto disana :(. Ada mall, skytrain penghubung antar-terminal, MRT Station, pintu masuk yang sampai dibuat dua tingkat (beserta jalan beraspal nya), counter check-in yang banyaknya masyaallah, orang caucasoid, mongoloid, negroid, dan -oid -oid lainya berkumpur jadi satu tanpa ada pembatas ras dan kewarganegaraan, pramugari-pramugara yang cantik dan cakep juga bersliweran disana, bahkan saya melihat segelintiran pramugara-pramugari Emirates Airlines dengan seragam khas mereka, itu loh maskapai termewah di dunia. Suvarnabhumi Airport Thailand sepertinya masih kalah jauh dengan Changi Airport Singapura ini, apalagi kalau dibandingkan dengan Soekarno-Hatta -__-" (Apalagi bandara Juanda..no comment deh --") bandara2 di Indonesia harus banyak belajar dari sini.
     Saya bengong, rasanya seperti orang Kota yang pindah ke kota sungguhan, Singapura sungguh menyita perhatian saya sejak tiba di bandara nya itu. Namun kekaguman itu tidak berlangsung lama setelah saya pergi mencari tourist information, saya mau bertanya bagaimana cara menggunakan MRT, Mencari bis ke Johor, Transportasi di pulau sentosa dan masih banyak lagi pertanyaan yang lain, ketika saya bertanya kepada kedua perempuan muda penjaga tourist counter disana, mereka menjawabnya dengan ketus dan singkat, saya dengan kemampuan bahasa Singlish seadanya ini belum terbiasa dengan tipikal orang Singapura yang notabene to the point itu. Tidak ada penjelasan yang saya mengerti selama pertemuan singkat dengan penjanga informasi pariwisata itu, saya hanya diberi peta MRT setelah saya bertanya panjang lebar tentang bagaimana prosedur naik MRT. Ih.... -_- kesel deh. Saya bergegas menaiki Skytrain ke Terminal 2 (saya ada di Terminal 3), karena stasiun MRT ada di Terminal 2, tenang saja, untuk menaiki Skytrain ini tidak dipungut biaya kok :)

     Dari Changi Airport, saya menuju stasiun Little India (NE7) dengan biaya SGD 2.30, prosedur pembayaran tiket MRT memang agak sedikit membingungkan. jika harga satu rute adalah SGD 2.20, maka yang harus anda bayar adalah SGD 2.30 (ada penambahan deposit 10 sen), kemudian untuk pembelian kedua, harga normal. Pembelian ketiga, deposit 10 sen di pembelian pertama akan dikembalikan, pembelian keempat dan kelima harga normal. Pembelian keenam anda akan mendapat diskon 10 sen (Jika harga rute SGD 2 maka kita hanya perlu membayar SGD 1.90), setelah pembelian keenam, kartu akan hangus dan tidak bisa dipakai lagi, kita harus mengulangi langkah 1 untuk naik MRT lagi.. agak ribet ya -___-, tapi terlepas dari itu, petunjuk pembelian tiket, nama stasiun, arah jalan, peta MRT dll sangatlah jelas disediakan disana, malah kalau saya bilang, kebanyakan petunjuk. Jadi dalam waktu singkat saya rasa kita juga bisa pelan-pelan ngeh tentang sistem / prosedur transportasi massal di Singapore ini. Ada yang menyarankan untuk beli EZ Link Card, karena harganya akan lebih murah, tapi setelah saya kalkulasi, pakai EZ Link Card akan jadi lebih boros karena saya hanya 2 hari dan ada deposit sebesar SGD 5 yang harus dibayarkan, dan deposit itu tidak bisa diambil kembali.

     Sampai di MRT little india, saya jalan kaki berusaha menemukan penginapan yang sebelumnya telah saya book secara online, Footprints Hostel (25A Perak Road, Singapore) --> alamat ini juga yang saya isikan ke Kartu kedatangan. lokasinya lumayan jauh dari stasiun MRT, tapi masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Hostel ini terletak di daerah litte India, saya malah lebih banyak lihat orang tamil daripada orang chinese (mayoritas). Hostel ini tergolong murah, cuma SGD 12 per malam (hanya untuk booking online), kalau go show sepertinya mahal, sekitar SGD 24 (1 SGD = 8000 Rupiah). Ini adalah kali pertama saya booking hostel, agak nervous sih. Gimana kalau nanti saya dikira dibawah 17 tahun, gimana kalau nanti sekamar sama orang orang aneh dll. Dan percakapan pun terjadi.............

R : Excuss mi, I want to book two nights dorm
C : <bicara bahasa singlish> Intinya dia tanya udah book online apa belum? 
R : Yes, I have booked online
C : <Intinya check in time adalah pukul 14.00, jadi saya disuruh tunggu 4 jam -_- 

     Gile nih, 4 jam disuruh nunggu.. gue ngapain dateng pagi pagi, mending tadi jelajah Changi Airport dulu -_-. Untungnya Receptionist nya mempersilahkan saya untuk menunggu di ruang makan, ada internet nya jadi ga jenuh sih haha.

     Setelah jam 2 siang, saya kembali check in. Harga yang harus saya bayar adalah SGD 21,6 untuk 2 malam (sekitar 86.000/malam) dengan deposit sebesar SGD 20. Deposit ini akan dikembalikan setelah kita check out. Kita dapat nametag, selimut, sarung bantal dan akhirnya saya bisa bersantai di hostel pertama saya :D

     Setelah bersantai, saya mandi dan melanjutkan perjalanan di sekitar little India, kawasan ini ditinggali oleh mayoritas orang Tamil, kata nya sih lebih kayak bukan Singapura ! memang benar lho. disini mayoritas berkulit hitam dan berbicara bahasa Hindi. Untuk peta lengkap kawasan little india bisa dilihat DISINI . Saya mulanya yakin kalau saya menuju ke arah yang benar, tujuan saya adalah menuju The Verge Little India, eh malah nyasar dan ketemu Tekka Centre, mau ke Tekka centre lewat jalan lain kok malah gak ketemu, akhirnya malah sampai di Sri Mahariamman Temple. Entahlah, saya belum terbiasa dengan penamaan jalan di Singapura, jadi bawaanya nyasar mulu -_-. Berkunjung ke Little India Arcade dan Mustafa Centre jadi batal karena ga tau arah, tapi jalan jalan di kawasan ini sudah cukup menyenangkan. Sayangnya tidak ada foto saya selama berada di sana, karena saya masih merasa takut berinteraksi dengan ras lain pada saat itu.
Kawasan Little India, You'll feel like in India !
     Selesai menjelajah Little india, saya mampir di Tekka Centre untuk membeli makanan berbuka puasa, mata saya tertuju pada satu kedai muslim yang menjual roti prata dan Nasi Briyani (read : Brai-ye-ni). Penasaran bagaimana sih rasanya nasi briyani yang terkenal itu, saya pun memesan satu porsi briyani dan dua lembar roti prata, kalau di total seharga SGD 5.80 (46.225 Rupiah). dan saking hausnya saya terpaksa membatalkan puasa saya dan memakan dua porsi roti Prata dan segelas es teh di Tekka Centre, sayang sekali pemirsa... -_-"
Penjual Nasi Briyani di Tekka Centre - Daftar Harga Menu
     Kembali ke hostel, adzan maghrib pun berkumandang si masjid dekat Hostel saya (sekitar jam setengah delapan malam), spontan saya menangis kala itu, entahlah.... saya merasa jauh sekali dengan keluarga, buka puasa pun dengan makanan seadanya saja, karena keterbatasan dana. disini tak ada gema berbuka puasa, semua dilakukan di tempat kecil, tak ada pedagang asongan yang bejibun menjelang buka, satu satunya tempat di dekat hostel yang menyediakan ta'jil adalah masjid kecil di sebelah hostel, itu pun didominasi kaum tamil India, tak ada orang melayu, apalagi orang jawa :(. Akhirnya dengan tabah saya memakan seporsi nasi briyani di dalam hostel, bersama banyak foreigneers yang minum bir dan whiskey. Rasanya? hmm.... personally I don't really like Nasi Briyani. Ini makanan enak di awal, tapi lama-lama kok ya bikin eneg, plus porsinya yang super besar, membuat saya membuang sebagian porsinya, yah duit gue sia sia -__-

     Seusai makan, saya melanjutkan perjalanan, kali ini saya mengunjungi landmark kota singapura, Merlion Park !. Dari MRT Little India (NE7) ambil rute menuju MRT Rafless Place (NS26), tarifnya SGD 1,20. Sepanjang perjalanan (jalan kaki dari stasiun ke Merlion), saya melewati The Fullerton Hotel. Ya Allah hotelnya baguuusss banget, besar, mewah. Per malam nya berapaan ya? XD haha. Lalu saya juga melintasi Marina Bay, tempatnya kolam renang tertinggi di dunia, tapi sialnya kolam renang itu hanya diperuntukkan bagi penghuni hotel saja :(, padahal rencana mau naik ke atas dan berenang disana.
The Fullerton Hotel dan Marina Bay Sands
     Semakin lama, Merlion semakin terlihat. Kepalanya...badanya... dan jeng jeng.. This is Merlion Statue, ikon kebanggan Singapura. Patung campuran Singa dan Ikan (atau siluman singa?) yang saya dulu lihat di Internet dan saya idam idamkan dua tahun lalu, terpampang jelas di depan mata saat itu. Saya lemas, tidak tahu harus berbuat apa untuk menguungkapkan perasaan bersyukur saya. Saya berjalan sempoyongan menuju tangga di merlion, tempat orang orang biasa duduk dan bersenda gurau. Saya termenung, meratapi pemandangan Merlion Park pada malam hari. Sempat berfikir macam macam, "Bapak sama ibu di Surabaya lagi apa ya..? ini anakmu sudah di Singapura loh bu, pak!" Ujarku dalam hati. Pengalaman saya bisa diibaratkan sebagai film "Eat, Pray, Love" dalam versi lain, saya bukan Julia Roberts dan saya tidak menemukan cinta saya disini haha XD.
Merlion Park di Malam Hari
     Saya melanjutkan trip saya ke Esplanade, hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari Merlion park. Ini adalah sebuah gedung yang di desain mirip durian kembar. Sangat menarik, penuh dengan bussinesman dan orang penting lainya. Saya tidak berminat masuk kedalam Esplanade karena saya terlalu capek, saya juga membatalkan kunjungan ke Marina Bay dan Taman "Garden by the bay" dan memilih kembali ke Hostel untuk beristirahat. Saya menarik kesimpulan bahwa kehidupan di Singapura sepertinya terlalu tegang, banyak orang berambisi untuk menjadi kaya, banyak uang, penguasa dll. Sepertinya unsur keramah-tamahan agak (sedikit) dikesampingkan, menurut saya. Dulu jika saya bercita cita untuk tinggal di Singapura, menjadi berubah total karena kehidupan disini yang datar, kualitas SDM nya sangat tinggi, menurut saya terlalu tinggi sehingga terkesan seluruh hidup hanya untuk kerja dan kerja. Entahlah.. apa hanya perasaan saya atau memang betul begitu. Saya kaembali ke hostel dan beristirahat pukul 00.30 Dini hari, tak sabar memulai hari kedua saya esok :).

Pengeluaran Part 2
MRT Changi - MRT Little India (SGD 2.30), Hostel 2 Malam (SGD 21.6), Buka Puasa (SGD 5.8), MRT Little India - MRT Raffles Place (SGD 1.20), MRT City Hall - MRT Little India (SGD 1.10), Teh Tarik (SGD 1.20)
TOTAL : SGD 33.2 (IDR 264.770)